Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perpres Kantor Staf Kepresidenan Dianggap Wujud Ketidakteraturan Jokowi

Kompas.com - 05/03/2015, 15:05 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Akademisi hukum tata negara Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Kepresidenan adalah wujud ketidakteraturan pengelolaan pemerintahan oleh Presiden Joko Widodo. Ia mengatakan, dalam mengambil keputusan tersebut, Presiden telah mengabaikan asas keterbukaan di lingkungan pemerintahan.

"Seharusnya ini tidak perlu terjadi jika Presiden mengeluarkan keputusan, atau melakukan tindakan berpegangan pada asas-asas umum pemerintahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 30 Tahun2014 tentang Administrasi Pemerintahan," ujar Bayu, kepada Kompas.com, Kamis (5/3/2015).

Asas keterbukaan yang diabaikan, menurut Bayu, terlihat dari tidak dilibatkannya Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam penyusunan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Kepresidenan. (Baca: JK Mengaku Tidak Diajak Komunikasi Saat Jokowi Bentuk Perpres untuk Luhut)

Selain itu, menurut Bayu, dibuatnya Perpres tersebut semakin menambah kebingungan dan ketidakpastian yang dirasakan publik tentang banyaknya lembaga dalam struktur lembaga kepresidenan. Salah satunya, menurut Bayu, mengenai siapa yang diberi wewenang koordinasi para anggota kabinet, baik Menteri Koordinator maupun Kepala Staf Kepresidenan.

Untuk membantu optimalisasi kinerja pemerintahan, menurut Bayu, Presiden seharusnya mengoptimalkan lembaga-lembaga yang sudah ada, yang telah diberikan wewenang oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Kementerian Negara. (Baca: JK Kritik Penambahan Wewenang Kepala Staf Presiden)

"Perpres bagi Kantor Staf Kepresidenan, pembentukan maupun penambahan wewenangnya kelihatan terlalu dipaksakan dan justru menimbulkan ketidakserasian hubungan di lingkungan pemerintahan sendiri," kata Bayu.

Bayu mengatakan, untuk menghindari ketidakharmonisan di lingkungan pemerintahan, Presiden sebaiknya merevisi Perpres tersebut, kemudian disesuaikan dengan ketentuan UUD 1945, maupun peraturan perundang-undangan lainnya. (Baca: Demi Luhut, Jokowi Ubah Perpres Terkait Kantor Staf Presiden)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com