Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P Desak MK Cabut Penolakan terhadap Refly dan Todung

Kompas.com - 15/12/2014, 11:14 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR, Ahmad Basarah, menilai, Mahkamah Konstitusi telah melanggar UUD 1945 dan bertindak arogan terkait penolakan terhadap dua anggota tim panitia seleksi hakim konstitusi bentukan Presiden Joko Widodo, yakni Refly Harun dan Todung Mulya Lubis.

Basarah mengatakan, dalam Pasal 24 C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, tidak diatur wewenang MK untuk terlibat atau ikut campur dalam pembentukan pansel maupun penetapan hakim konstitusi oleh presiden.

Basarah menambahkan, pembentukan pansel maupun nantinya penetapan hakim konstitusi dari unsur pemerintah merupakan wewenang Presiden Jokowi yang tidak dapat diintervensi oleh siapa pun, termasuk oleh MK. (Baca: MK Tolak Refly dan Todung, Politisi PDI-P Curiga Ada Kepentingan Hamdan)

Hal tersebut diatur dalam Pasal 24 C ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "MK mempunyai sembilan orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh presiden."

Untuk menjamin proses penetapan hakim konstitusi yang transparan dan partisipatif, kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan itu, sesuai perintah Pasal 19 UU tentang MK, presiden membentuk pansel untuk membantunya.

Dengan penolakan tersebut, kata Basarah, MK seakan menganggap Presiden Jokowi tidak mampu memilih figur pansel yang independen dan obyektif. Ia meminta Presiden dan tim pansel yang dibentuk untuk tetap bekerja.

Untuk MK, Basarah meminta agar lembaga tersebut mencabut surat penolakannya dan memberi ruang lebar untuk memudahkan kinerja tim pansel dalam memilih hakim konstitusi yang berintegritas.

"Saya mendesak MK untuk segera menarik kembali surat (penolakan) tersebut karena telah meruntuhkan kewibawaan MK sebagai lembaga peradilan yang harusnya bebas dari pengaruh kepentingan politik," ujar Basarah ketika dihubungi, Senin (15/12/2014).

Sementara itu, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, MK seharusnya membantu mewujudkan proses seleksi yang baik dan bukan sepihak menolak anggota pansel.

Ia curiga penolakan tersebut hanya dilandasi alasan pribadi lantaran keduanya kerap mengkritik keras MK. (Baca: PDI-P Anggap MK Berlebihan Tolak Refly dan Todung sebagai Anggota Pansel)

"Sebaiknya berpikir positif, jangan sampai menggunakan lembaga MK untuk menyampaikan keinginan pribadi," ujarnya.

Sebelumnya, hakim konstitusi menolak Refly dan Todung sebagai anggota pansel. Para hakim MK menilai, pemilihan kedua pakar hukum tersebut dapat memengaruhi proses seleksi yang diharapkan dapat berjalan secara obyektif. (Baca: Hakim Konstitusi Tolak Refly Harun dan Todung sebagai Anggota Pansel Hakim MK)

"Kiranya Bapak Presiden dapat mempertimbangkan kembali kedua anggota pansel, dengan harapan hakim konstitusi yang terpilih, nantinya dapat benar-benar menjaga independensi dan imparsialitas dalam melaksanakan kewenangan konstitusional MK," ujar Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar, dalam konferensi pers di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (12/12/2014).

Menurut Gaffar, alasan para hakim MK menolak ditunjuknya Todung dan Refly sebagai anggota pansel karena kedua nama tersebut merupakan ahli hukum yang sering beracara di MK. Keduanya beracara baik sewaktu mengajukan persidangan, maupun sebagai pengacara yang membela kliennya di MK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com