Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Anas Tak Bayar Uang Pengganti Rp 119 Miliar dalam Sebulan, Pengadilan Akan Sita Asetnya

Kompas.com - 24/09/2014, 18:58 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman tambahan kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, yakni berupa pembayaran uang pengganti. Uang pengganti yang harus dibayarkan Anas ialah sekitar Rp 119,750 miliar dari Rp 57,59 miliar dan 5,26 juta dollar AS (Rp 62,16 miliar dengan kurs rupiah 11.960).

"Menghukum pula terdakwa Anas untuk membayar uang pengganti kerugian Rp 57.590.330.580 dan 5.261.070 dollar AS," kata Ketua Majelis Hakim Haswandi dalam pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/9/2014).

Apabila uang pengganti ini tidak dibayarkan Anas dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi akan menyita harta benda Anas untuk kemudian dilelang.

"Dalam hal terdakwa tidak punya harta mencukupi, maka akan dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun," sambung hakim Haswandi.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis penjara delapan tahun ditambah denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Anas. Putusan majelis hakim Tipikor atas perkara Anas jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, tim jaksa KPK menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara.

Jaksa juga menuntut Anas untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS. Menurut majelis hakim, Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider, yakni Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dia dinyatakan terbukti menerima pemberian hadiah atau janji yang patut diduga jika pemberian itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan Anas. Hakim menilai Anas memiliki pengaruh dalam mengatur proyek APBN mengingat jabatannya sebagai Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik pada 2005.

Pengaruh Anas ini semakin besar setelah dia terpilih sebagai anggota DPR dan ditunjuk sebagai ketua fraksi. Hakim juga menyatakan Anas terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kedua yang memuat Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Meskipun demikian, majelis hakim Tipikor menolak tuntutan jaksa KPK untuk mencabut hak politik Anas. Menurut hakim, penilaian mengenai layak tidaknya seseorang dipilih dalam jabatan publik merupakan kewenangan publik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com