"Tentunya apa yang menjadi keberatan KPK termasuk yang menjadi keberatan suara publik. Itu terbukti. Kalau KPK tidak punya kewenangan menyadap pasti korupsi tidak terungkap," kata Pramono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2014).
Menurut Pramono, berbagai kasus korupsi besar seperti yang dilakukan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan Adik Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah, Tubagus Chaeri Wardana, bisa terungkap karena KPK memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan. Da khawatir bila kewenangan KPK dipangkas melalui RUU KUHAP, nantinya banyak kasus korupsi yang tak terungkap.
"Kalau tidak punya kewenangan penyadapan yang terjadi pada Akil dan Wawan tidak akan terungkap. Korupsi di kita beranak pinak dan sistematis. Saya berpandangan KPK seperti ini sangat dibutuhkan. Dengan kewenangan seperti itu saja belum bisa semua kasus, apalagi kalau dikurangi," ujar Pramono.
"Sebagai pimpinan DPR, ini bisa dibahas. Tapi hal-hal yang jadi keberatan KPK harus dipertimbangkan. KPK yang sekarang saja korupsinya sudah banyak, apalagi kalau dikurangi," tambahnya.
Seperti diberitakan, KPK mengirimkan surat ke pemerintah dan DPR pada Rabu (19/2/2014) siang. Surat tersebut meminta Pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU KUHP-KUHAP. Pembahasan sebaiknya dilakukan oleh DPR dan pemerintahan periode 2014-2019.
Jika dibahas nantinya, KPK meminta agar tindak pidana luar biasa dikeluarkan dari draf RUU KUHP. Surat yang dibuat tanggal 17 Februari itu juga dikirimkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua DPR Marzuki Alie, pimpinan Komisi III, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, serta Panja RUU KUHP dan KUHAP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.