Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diperiksa KPK, Sekda Bandung Mengaku Ditanya soal Rekaman Percakapan Dada

Kompas.com - 01/10/2013, 17:28 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Daerah Kota Bandung Yossi Irianto mengaku, ketika menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (1/10/2013), penyidik memutar rekaman pembicaraan mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada yang menjadi tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi bantuan sosial pemerintah kota. Yossi menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk Dada.

"Semuanya soal Dada, terutama terkait rekaman percakapan Dada," kata Yossi di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, seusai pemeriksaan.

Namun, Yossi enggan mengungkapkan isi rekaman percakapan yang diperdengarkan penyidik KPK kepadanya itu. Dia malah mengatakan bahwa pemeriksaan hari ini berjalan cepat dan fokus. "Karena fokus, pemeriksaan jadi cepat. Bahkan, tadi juga masih sempat ngobrol dengan penyidik," ujarnya.

Yossi menjabat sebagai sekda Bandung menggantikan Edi Siswadi yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Dia diperiksa KPK karena dianggap tahu seputar kasus dugaan suap yang melibatkan sejumlah pejabat Pemkot Bandung tersebut.

Selain memanggil Yossi, KPK memeriksa sejumlah saksi lainnya, yakni anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung, Aat Safaat Hodijat; ajudan Dada, Adhi Al-Afwan Izwar; dan seorang PNS di DPKAD Pemkot Bandung, Pupung Hadijah.

Kasus dugaan suap terkait penanganan perkara bansos Pemkot Bandung ini melibatkan enam tersangka. Selain Dada dan Edi, mereka yang jadi tersangka adalah Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi Tejocahyono, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah Pemkot Bandung Herry Nurhayat, Ketua Gasibu Padjajaran Toto Hutagalung yang juga orang dekat Dada, serta seorang pria bernama Asep yang diduga suruhan Toto.

Kasus ini berawal saat KPK menangkap tangan Setyabudi dan Asep sekitar Maret 2013. Keduanya ditangkap di kantor PN Bandung seusai diduga bertransaksi suap dengan barang bukti uang senilai Rp 150 juta. Diduga, pemberian suap dilakukan untuk mengurus penanganan perkara korupsi bansos Bandung yang ketika itu bergulir di PN Bandung.

Adapun Setyabudi merupakan hakim yang menangani perkara korupsi bansos bersama dengan hakim Ramlan Comel dan Djodjo Djohari. Kini, empat tersangka sudah menjalani proses pengadilan di PN Tipikor Bandung. Saat ini, Dada dan Edi masih menjalani proses penyidikan di KPK.

Kasus dugaan suap kepada hakim Setyabudi ini diduga melibatkan sejumlah hakim lainnya. Surat dakwaan Setyabudi yang dibacakan jaksa KPK dalam persidangan di PN Bandung beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa Ketua PN Bandung Singgih Budi Prakoso menerima uang dari Dada dan Edi melalui Toto yang diserahkan kepada Setyabudi.

Singgih disebut mendapatkan jatah 15.000 dollar AS, kemudian hakim Ramlan dan Djodjo masing-masing 18.300 dollar AS. Saat dikonfirmasi soal dugaan keterlibatan tiga hakim ini, Yossi mengaku tidak tahu dan tidak diajukan pertanyaan seputar keterlibatan hakim lain selama diperiksa penyidik KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com