Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Tipikor: Berdemokrasi Mahal Ya, Pak?

Kompas.com - 19/09/2013, 19:01 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nawawi Pomolango tak habis pikir dengan banyaknya uang yang dikeluarkan untuk pesta demokrasi di Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan. Hal itu dilontarkan Nawawi saat ingin mencecar dana yang dikeluarkan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin untuk pemenangannya sebagai calon gubernur Sulsel.

"Saya sempat pikir-pikir, ngomongin perkara daging sapi, duit, ngomongin berlian juga duit, Pilgub duit lagi, banyak betul duitnya. Saya bayangin kalau saya naik busway pakai duit itu sudah muter-muter Jakarta sekian kali. Mahal ya berdemokrasi, Pak?" tanya Nawawi kepada Ilham di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (19/9/2013).

"Sangat mahal, Pak. Kita berhubungan dengan orang banyak, Yang Mulia," jawab Ilham. Ilham hadir sebagai saksi untuk terdakwa kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi dan pencucian uang, Ahmad Fathanah.

Dalam persidangan, Ilham mengaku memberikan Rp 8 miliar untuk PKS melalui Fathanah. Selain itu, dia juga memberikan Rp 2,5 miliar pada Partai Hanura. Uang tersebut diberikan untuk mendukung pemenangan Ilham yang saat itu maju sebagai calon gubernur Sulsel. Menurut Ilham, hal tersebut biasa dilakukan oleh partai politik.

"Saya kira hal yang biasa terhadap partai dalam rangka pemenangan dan dana itu memang digunakan untuk pemenangan bakal calon yang diusung partai," terang Ilham yang berasal dari Partai Demokrat ini.

Saat itu Ilham mengaku diusung sembilan partai, termasuk PKS dan Hanura. Dukungan dari partai lain, terang Ilham, diperlukan agar dirinya memenuhi persyaratan untuk diusung sebagai bakal calon gubernur Sulsel. Meskipun akhirnya Ilham kalah dalam Pilgub Sulsel.

Ilham mengatakan, PKS bersedia mendukungnya jika ada dana pemenangan. PKS kemudian meminta Rp 10 miliar. Namun, Ilham hanya menyanggupi Rp 8 miliar. "Sebenarnya diminta Rp 10 miliar. Kesanggupan kami Rp 8 miliar. Kami bayar Rp 8 miliar dengan bertahap," lanjut Ilham.

Ilham membayarnya dengan transfer maupun tunai kepada Fathanah. Menurut Ilham, Fathanah adalah orang yang diutus oleh PKS untuk mengurusi wilayah Sulsel. Ilham pun akhirnya memercayakan kepada Fathanah. Ilham juga telah mengenal Fathanah sejak kecil di Makassar. 

"Setelah kami dipertemukan jajaran Dewan Pimpinan Pusat melalui Ketua Umum dan Sekjen, DPP mengatakan bahwa urusan Sulsel nanti dengan Ahmad Fathanah saja. Jadi, saya tidak punya keraguan untuk itu," paparnya.

Ilham dihadirkan sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang yang menjerat Fathanah. Dalam kasus ini, Fathanah didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Fathanah didakwa bersama-sama Luthfi menerima uang Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi.

Dia didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membayarkan, dan membelanjakan harta kekayaan yang nilainya mencapai Rp 34 miliar dan 89.321 dollar AS. Diduga, harta tersebut berasal dari tindak pidana korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dikonfrontasi Jaksa, Istri SYL Tetap Bantah Punya Tas Dior dari Duit Kementan

Dikonfrontasi Jaksa, Istri SYL Tetap Bantah Punya Tas Dior dari Duit Kementan

Nasional
Bos Maktour Travel Mengaku Hanya Diminta Kementan Reservasi Perjalanan SYL ke Saudi, Mayoritas Kelas Bisnis

Bos Maktour Travel Mengaku Hanya Diminta Kementan Reservasi Perjalanan SYL ke Saudi, Mayoritas Kelas Bisnis

Nasional
Jadi Tenaga Ahli Kementan, Cucu SYL Beralasan Diminta Kakek Magang

Jadi Tenaga Ahli Kementan, Cucu SYL Beralasan Diminta Kakek Magang

Nasional
Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Wakil Ketua MK: Sistem Noken Rentan Dimanipulasi Elite

Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Wakil Ketua MK: Sistem Noken Rentan Dimanipulasi Elite

Nasional
Putusan Bebas Gazalba Saleh Dikhawatirkan Bikin Penuntutan KPK Mandek

Putusan Bebas Gazalba Saleh Dikhawatirkan Bikin Penuntutan KPK Mandek

Nasional
Polemik Putusan Sela Gazalba, KPK Didorong Koordinasi dengan Jaksa Agung

Polemik Putusan Sela Gazalba, KPK Didorong Koordinasi dengan Jaksa Agung

Nasional
Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Hakim MK: Mayoritas Hasil Pemilu di Papua Harus Batal

Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Hakim MK: Mayoritas Hasil Pemilu di Papua Harus Batal

Nasional
UKT Batal Naik Tahun Ini, Pemerintah Dinilai Hanya Ingin Redam Aksi Mahasiswa

UKT Batal Naik Tahun Ini, Pemerintah Dinilai Hanya Ingin Redam Aksi Mahasiswa

Nasional
Komisi X Apresiasi Pemerintah karena Batalkan Kenaikan UKT Mahasiswa

Komisi X Apresiasi Pemerintah karena Batalkan Kenaikan UKT Mahasiswa

Nasional
Jokowi Bertemu Sekjen OECD di Istana Bogor

Jokowi Bertemu Sekjen OECD di Istana Bogor

Nasional
Anak SYL Sebut Siap Kembalikan Uang yang Dinikmatinya Usai Ditantang Jaksa

Anak SYL Sebut Siap Kembalikan Uang yang Dinikmatinya Usai Ditantang Jaksa

Nasional
Usai Diduga Dibuntuti Densus 88, Jampidsus Kini Dilaporkan ke KPK

Usai Diduga Dibuntuti Densus 88, Jampidsus Kini Dilaporkan ke KPK

Nasional
Bantah Minta Rp 200 Juta untuk Renovasi Kamar, Anak SYL: Enggak Pernah Terima Angka Segitu Fantastis

Bantah Minta Rp 200 Juta untuk Renovasi Kamar, Anak SYL: Enggak Pernah Terima Angka Segitu Fantastis

Nasional
Akui Minta Rp 111 Juta untuk Aksesori Mobil, Anak SYL: Saya Ditawari

Akui Minta Rp 111 Juta untuk Aksesori Mobil, Anak SYL: Saya Ditawari

Nasional
Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama 'Saya Ganti Kalian' di Era SYL

Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama "Saya Ganti Kalian" di Era SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com