JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ada dua hal yang berbeda jika membicarakan penyelesaian kasus dugaan korupsi pemberian dana talangan ke Bank Century. Jika terkait penyelesaian politik, yang kita dengar adalah hiruk pikuk tak berkesudahan dari politikus Senayan tentang manuver dan tawar-menawar kepentingan politik kekuasaan.

Namun, apabila menyangkut penyelesaian hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, itu hanya berarti sejauh mana bukti material dan formal kasus ini mengarah pada keterlibatan pembuat kebijakan.

Di ranah politik, politikus dengan bebas menyebut Wakil Presiden Boediono—yang kala Bank Century diberi dana talangan menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI)—sebagai salah satu pejabat yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban hukum. Di ranah hukum, ada tiga lembaga penegak hukum yang mengusut kasus ini, yaitu KPK, kejaksaan, dan kepolisian. KPK paling disorot karena KPK-lah yang menangani dugaan korupsi dalam pemberian dana talangan Bank Century.

KPK memang baru menetapkan satu tersangka dalam kasus ini, yaitu mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya. Sebenarnya, ada satu mantan Deputi Gubernur BI lagi yang disebut KPK harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum dalam kasus ini, yakni Siti Chalimah Fadjrijah. Namun, kondisi kesehatan Siti belum memungkinkan dia diperiksa sehingga belum layak ditetapkan sebagai tersangka.

”Pengusutan kasus Century tidak akan berhenti kepada siapa pun jika ada hasil perkembangan baru yang mengarah kepada subyek lain. Menjadi prosedur tetap moral KPK untuk menyentuh mereka, siapa pun. Tidak ada beban bagi kami,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Selasa (6/8/2013).

Wakil Ketua KPK lainnya Bambang Widjojanto juga mengatakan, sangat terbuka kemungkinan pengusutan kasus Century ini menjerat pihak-pihak yang berada di hierarki teratas BI saat dana talangan tersebut dikucurkan. ”Bila ada dua alat bukti yang cukup, ya, kami enggak akan urusan siapa saja orangnya,” ujar Bambang.

Namun, Busyro mengingatkan, ”Kami tidak asal jalan, apalagi merespons interes politik tertentu dari politikus mana pun yang lebih mengedepankan manuver politik daripada kematangan dan kedewasaan yuridis.”

Belajar dari pengusutan-pengusutan kasus korupsi sebelumnya, KPK yakin dapat melacak keterlibatan pihak-pihak paling atas dalam hierarki BI. Lalu bagaimana mengindikasikan keterlibatan orang dengan duduk perkara kasusnya?

KPK menemukan beberapa kejanggalan dalam pemberian dana talangan Bank Century. Kejanggalan pertama terjadi dalam proses merger dan pengawasan Bank Century oleh BI. Dalam proses akuisisi dan merger Bank Danpac, Bank CIC, dan Bank Pikko menjadi Bank Century, BI dinilai bersikap tak tegas dan prudent dalam menerapkan aturan serta persyaratan yang ditetapkannya.

BI juga tidak bertindak tegas dalam pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Bank Century pada 2005-2008. Contohnya, BI tidak menempatkan Bank Century sebagai bank dalam pengawasan khusus meskipun rasio kecukupan modalnya (capital adequacy ratio/CAR) telah negatif 132,5 persen.

BI juga memberikan keringanan sanksi denda atas pelanggaran posisi devisa neto sebesar 50 persen atau Rp 11 miliar dan BI tidak mengenakan sanksi pidana atas pelanggaran batas minimum pemberian kredit.

Salah satu dugaan unsur perbuatan melawan hukum yang ditemukan KPK adalah pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP). BI patut diduga mengubah persyaratan CAR dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) agar Bank Century bisa mendapatkan FPJP. Saat pemberian FPJP, CAR Bank Century negatif 3,53 persen.

Ini dinilai melanggar PBI Nomor 10/30/PBI/2008. Selain itu, nilai jaminan FPJP yang dijanjikan hanya sebesar 83 persen sehingga melanggar PBI Nomor 10/30/PBI/2008 yang menyatakan bahwa jaminan dalam bentuk aset kredit minimal 150 persen dari plafon FPJP.

Dugaan tipikor lainnya adalah dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan penanganannya oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam hal ini, BI patut diduga tidak memberikan informasi sepenuhnya, lengkap, dan mutakhir saat menyampaikan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Dari temuan KPK, BI dan KSSK juga tidak memiliki kriteria yang terukur dalam menerapkan dampak sistemik Bank Century, tetapi penetapannya lebih pada penilaian. Proses pengambilan keputusan tersebut tidak dilakukan berdasarkan data kondisi bank yang lengkap dan mutakhir serta tidak berdasarkan pada kriteria terukur.