JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) nampak begitu yakin bahwa Presiden Joko Widodo cawe-cawe atau ikut campur dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Hal ini disampaikan Usman merespons pernyataan hakim Konstitusi Arief Hidayat yang menyinggung cawe-cawe Jokowi dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta, Jumat (5/4/2024).
Usman menggeneralisasikan bahwa pandangan Arief Hidayat tersebut telah mewakili para hakim Konstitusi MK terkait persoalan cawe-cawe Jokowi di Pilpres 2024.
"Saya kira dari pandangan Pak Arief Hidayat tadi, pandangan para hakim setidaknya diwakili Pak Arief Hidayat yang meyakini ada cawe-cawe dari Presiden," ujar Usman dalam Kompas Petang di Kompas TV, Jumat sore.
Baca juga: Sebut Pemaparan 4 Menteri di MK Lancar, Airlangga: Pemerintah Berkoordinasi dengan Baik
Usman menilai pandangan Arief Hidayat tersebut juga sejalan dengan keterangan sejumlah ahli yang dihadirkan dalam agenda sidang beberapa hari sebelumnya.
Usman menyebut para ahli sebelumnya secara gamblang menyatakan permasalahan cawe-cawe Jokowi dalam mempengaruhi jalannya Pilpres 2024.
Menurutnya, ikut campurnya Jokowi tersebut secara langsung menguntungkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto.
"Sehingga menguntungkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka," ungkap dia.
Baca juga: Sudah Lapor soal Kehadirannya di MK, Airlangga: Presiden Mau Lihat di YouTube
Sebelumnya, Arief Hidayat menyampaikan bahwa empat menteri Kabinet Indonesia Maju dipanggil MK pada sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024, karena Mahkamah merasa tidak elok memanggil Jokowi.
Para menteri bicara mengenai bantuan sosial (bansos) yang didalilkan oleh Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam gugatannya ke MK, telah dipolitisasi untuk memenangkan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.
"Pilpres kali ini lebih hiruk-pikuk, diikuti beberapa hal yang sangat spesifik yang sangat berbeda dengan Pilpres 2014 dan 2019. Ada pelanggaran etik yang dilakukan di MK, di KPU (Komisi Pemilihan Umum), dan banyak lagi yang menyebabkan hiruk-pikuk itu," ujar Arief.
"Yang terutama mendapatkan perhatian sangat luas dan didalilkan pemohon adalah cawe-cawe-nya kepala negara. Cawe-cawe-nya kepala negara ini Mahkamah juga (menilai), apa iya kita memanggil Presiden RI, kan kurang elok," kata eks Ketua MK itu melanjutkan.
Arief lantas menegaskan bahwa Jokowi merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Seandainya Jokowi hanya berstatus sebagai kepala pemerintahan, menurut Arief, Mahkamah akan memanggilnya ke ruang sidang.
Namun, karena ayah dari calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka itu juga berstatus kepala negara, MK menilai bahwa Jokowi harus dijunjung tinggi oleh semua pemangku kepentingan.
"Makanya kami memanggil para pembantunya, yang berkaitan dengan dalil pemohon," ujar Arief.
"Karena begini. Dalil pemohon mengatakan keberpihakan lembaga kepresidenan dan dukungan Presiden Joko Widodo dalam Pilpres. Itu kemudian memunculkan beberapa hal," katanya lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.