Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekisruhan Sirekap KPU dan Tanda Tanya Besaran Anggaran...

Kompas.com - 08/03/2024, 13:57 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggaran Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali dipertanyakan. Ini menyusul polemik penghentian tayangan grafik atau diagram rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024 dalam Sirekap di situs pemilu2024.kpu.go.id baru-baru ini.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow mendorong KPU untuk membuka besaran anggaran Sirekap ke publik. Pasalnya, sampai saat ini KPU tak pernah memerinci anggaran yang digunakan untuk sistem informasi tersebut.

“Publik itu wajib menuntut berapa anggaran yang dialokasikan untuk itu dan KPU harus terbuka,” kata Jeirry kepada Kompas.com, Jumat (8/3/2024).

Jeirry bilang, keterbukaan anggaran penting untuk mendudukan sumber persoalan Sirekap. Bisa jadi, masalah berulang yang terjadi pada Sirekap disebabkan karena cekaknya anggaran.

Namun, jika ternyata alokasi anggaran Sirekap sudah memadai, bisa jadi persoalan sistem informasi tersebut terletak pada kurang siapnya teknologi atau ketidakmampuan sumber daya manusia (SDM) yang menangani.

“Kepentingan transparansi itu juga untuk mendudukan persoalan itu secara lebih profesional, supaya orang tidak menghakimi atas dasar sesuatu yang memang kurang,” ujar Jeirry.

Baca juga: Grafik Sirekap Ditutup, KPU: Lihat Perolehan Suara Resmi di Medsos KPU Daerah

Terlepas dari berapa pun anggaran yang diperuntukkan buat Sirekap, Jeirry menyebutkan, KPU harus bertanggung jawab. Sebab, Sirekap menggunakan uang negara, teknologi tersebut harusnya difungsikan sebagaimana peruntukannya.

Pada dasarnya, Sirekap dibuat sebagai bentuk transparansi rekapitulasi hasil pemilu untuk masyarakat. Sirekap mestinya menjadi alat bantu untuk publik mengetahui gambaran rekapitulasi secara lebih cepat, lantaran rekapitulasi manual berjenjang membutuhkan waktu yang panjang.

Namun, sampai saat ini, data yang masuk ke Sirekap belum mencapai 80 persen. Padahal, proses rekapitulasi suara telah berlangsung lebih dari 3 minggu, terhitung sejak hari pemungutan suara 14 Februari 2024.

Jeirry menilai, wajar jika publik menyoal permasalahan Sirekap, mulai dari lambannya input data hingga kesalahan pembacaan data.

“Kalau Sirekap sudah tiga minggu data belum 100 persen padahal pakai teknologi digital mutakhir, saya kira sudah enggak layak, sudah gagal. Kita butuh Sirerkap itu untuk mendapatkan hasil cepat, ini enggak (tercapai),” ucap Jeirry.

Lebih lanjut, Jeirry menyebutkan, langkah KPU menghentikan grafik rekapitulasi Sirekap karena alasan tingginya kesalahan pembacaan data pun tak menyelesaikan persoalan.

Baca juga: Ramai-ramai Elite Politik Kritik KPU yang Hentikan Grafik Rekapitulasi Sirekap...

Meski Sirekap tak akan menjadi dasar resmi penghitungan suara, ada anggaran yang mesti dipertanggungjawabkan KPU dalam penggunaan sistem informasi ini.

“KPU enggak bisa mengatakan ini Sirekap enggak berhasil, karena itu bukan mekanisme resmi jadi enggak apa-apa enggak berhasil, enggak bisa,” kata Jeirry.

“Kan ada anggaran negara dialokasikan untuk itu, enggak boleh dia tidak bertanggung jawab dalam kerangka itu. Ada penggunaan uang negara di sana, KPU terikat secara etik dan hukum dengan penggunaan uang negara,” tuturnya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com