JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto merespons wacana penggunaan hak angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Wacana penggunaan hak angket pertama kali diusulkan oleh kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu menyatakan, pihak-pihak yang menggulirkan wacana harus melihat terlebih dahulu apa yang ingin dicapai. Sebab, mayoritas partai kini mendukung Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Jokowi Diprediksi Bakal Terus Gerilya sampai Isu Hak Angket Pemilu Layu
"Ini kan masih pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Yang mendukng Presiden Jokowi dan Maruf kan mayoritas (di DPR). Ditambah Pak AHY dilantik jadi menteri, tambah mayoritas lagi," kata Airlangga saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2024).
Mantan Menteri Perindustrian ini pun meminta semua pihak realistis.
Terlebih kata dia, seluruh partai politik menerima hasil Pileg yang menempatkan PDIP berada di barisan paling tinggi.
"Kita harus liat apa yang ingin dicapai, tapi kita harus realistis. Pemilu ini kan land slide kemenangan tinggi. Parpol juga menerima hasil Pemilu legislatif," ungkap Airlangga.
Baca juga: Wacana Hak Angket Masih Mandek, Upaya PDI-P Naikkan Posisi Tawar?
Lebih lanjut Airlangga menyatakan, partainya tidak mendukung pengguliran hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan tersebut.
"Kalau Golkar enggak mendukung, enggak tahu kalau yang lain," sebut dia.
Sebelumnya diberitakan, wacana penggunaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 semakin kuat berembus.
Hak angket sendiri merupakan salah satu dari tiga hak istimewa yang dimiliki oleh DPR. Menurut Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 20A ayat (2), dalam melaksanakan fungsinya, DPR memiliki tiga hak yang terdiri dari hak angket, hak interpelasi, dan hak menyatakan pendapat.
Dalam catatan Kompas.id, selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo atau sejak 2014, DPR baru sekali menggunakan hak angket, yakni pada 2017.
Baca juga: Belum Fokus Bahas Hak Angket Kecurangan Pemilu, PPP Masih Kawal Penghitungan Suara
Hak itu bukan digunakan terhadap kebijakan pemerintah, melainkan terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penggunaan hak angket ini buntut dari penolakan KPK atas permintaan Komisi III DPR RI untuk membuka rekaman Miryam S Haryani, anggota DPR yang menjadi tersangka dalam pemberian keterangan palsu dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.