JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) buat menyelidiki dugaan kecurangan pada pelaksanaan Pemilu 2024 sampai saat ini masih berupa wacana.
Baik kubu yang melontarkan maupun menyambut usulan itu masih bersikap saling menunggu.
Kubu pengusung pasangan calon presiden-calon wakil presiden (Capres-Cawapres) nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menyatakan mendukung gagasan itu. Akan tetapi, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) belum menyatakan akan menjadi inisiator hak angket itu.
Sementara kubu pengusung pasangan Capres-Cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD seolah belum satu suara. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) diklaim kompak buat menggulirkan usulan itu.
Baca juga: Belum Fokus Bahas Hak Angket Kecurangan Pemilu, PPP Masih Kawal Penghitungan Suara
Sementara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengusung Ganjar-Mahfud masih pikir-pikir buat mendorong hak angket.
Bahkan Ketua Majelis Kehormatan PPP Zarkasih Nur meminta seluruh jajaran pengurus dan anggota fraksi PPP di DPR untuk bijaksana dalam menghadapi hak angket guna menyelidiki indikasi kecurangan Pilpres 2024.
Sebab, menurut dia, hak angket dikhawatirkan akan memicu perpecahan umat yang sangat merugikan bangsa Indonesia.
Menurut Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro, upaya meloloskan wacana hak angket, jika memang didorong, di DPR sangat bergantung kepada kekompakan kubu pengusung Anies-Muhaimin serta Ganjar-Mahfud.
Baca juga: Todung Mulya Lubis: Hak Angket Tidak Ada Hubungannya dengan Pemakzulan Presiden
"Secara prosedural, wacana menggulirkan hak angket oleh kubu 03 mungkin saja terwujud. Namun, apakah akan direspon oleh separuh dari jumlah anggota dewan?" kata Agung saat dihubungi pada Senin (26/2/2024).
"Ini berarti kubu 03 akan sangat bergantung kubu 01 untuk meloloskan ini di paripurna," sambung Agung.
Di sisi lain, Agung menilai ada niat lain dari PDI-P di balik sikap saling menunggu siapa yang bakal menjadi inisiator hak angket.
Sebab menurut Agung, PDI-P sebagai partai politik yang masih memimpin perolehan suara sementara Pemilu 2024 juga kemungkinan besar tengah melakukan perhitungan mengenai dampak yang akan timbul jika wacana hak angket digulirkan di DPR.
Baca juga: Megawati Disebut Dukung Hak Angket Kecurangan Pilpres, Todung: Bukan untuk Pemakzulan
Hal itu disebabkan jumlah kursi PDI-P di DPR sampai saat ini masih yang paling besar. Jika kubu Koalisi Perubahan untuk Persatuan sepakat bergabung maka jumlahnya akan memenuhi syarat pengajuan hak angket. Akan tetapi, syarat itu sulit terpenuhi jika PPP tak mendukung.
Di sisi lain, masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tinggal beberapa bulan lagi dan akan berakhir pada Oktober 2024 mendatang.
Pun jika usulan itu digulirkan, perundingan hak angket oleh DPR diperkirakan bakal alot karena kubu pendukung pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dipastikan tak tinggal diam.
Di sisi lain, PDI-P dinilai akan mengalami dilema karena meskipun wacana hak angket disuarakan oleh pihaknya, tetapi sampai saat ini mereka masih menjadi partai koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Baca juga: Bola Panas Usulkan Hak Angket Pilpres 2024 Dilempar ke PDI-P, Koalisi Terbelah?
Sehingga jika PDI-P mengambil langkah berseberangan, maka mereka kemungkinan mesti siap dituduh tidak konsisten dan bakal didesak menarik menteri-menterinya dari kabinet sebagai konsekuensi jika memang benar-benar menjadi penggerak hak angket.
"Secara substansial, wacana hak angket sesungguhnya selain mengawal proses dan hasil pemilu, juga mengembalikan posisi tawar politik kubu 03," ucap Agung.
"Setidaknya ini pengantar bagaimana PDI-P akan memainkan peran keoposisiannya di parlemen," lanjut Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.