Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perpecahan Internal Dianggap Faktor Suara PPP Melorot di Pileg 2024

Kompas.com - 16/02/2024, 21:05 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu faktor yang dianggap membuat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kesulitan meningkatkan perolehan suara pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 adalah kondisi kepemimpinan yang lemah, serta situasi internal dan basis pemilih yang kurang solid.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan, perpecahan di internal dan basis suara membuat PPP tak bisa meraih keuntungan elektoral.

Padahal, PPP berada di kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

"Secara elektoral, basis pemilih PPP tak solid mendukung Ganjar-Mahfud, karena sebelumnya sempat ada dinamika internal yang mengarahkan dukungan ke Prabowo Gibran melalui 'Pejuang PPP'," kata Agung saat dihubungi pada Jumat (16/2/2024).

Baca juga: Jalan Terjal Partai Kabah

Menurut Agung, perpecahan suara itu sangat mempengaruhi upaya PPP buat meraup suara pada Pemilu 2024.

Bahkan konflik internal di PPP sudah terjadi jauh sebelum tahapan Pemilu 2024 dimulai, yakni ketika Suharso Monoarfa mendadak dicopot dari jabatan ketua umum dan digantikan oleh pelaksana tugas Mardiono.

"Artinya kepemimpinan Mardiono sebagai Ketum tak kuat mengkonsolidasikan partai sehingga basis pemilihnya terpecah," ujar Agung.

Baca juga: Belum Pikirkan Terima Ajakan Kerja Sama Prabowo, PPP: Sabar Dulu


Agung juga menyinggung soal ketiadaan tokoh dengan magnet politik kuat di PPP menjadi salah satu faktor menyebabkan partai berlambang Kabah itu melorot dalam hasil hitung cepat.

Menurut hitung cepat Litbang Kompas pada Jumat (16/2/2024) pukul 17.34 WIB dengan data masuk sebesar 99,15 persen, partai berlambang Kabah itu berada di angka 3,88 persen.

Jika perolehan suara PPP tak beranjak lagi, maka kemungkinan mereka terlempar dari parlemen karena tidak mampu memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ditetapkan sebesar 4 persen, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Perolehan suara PPP paling tinggi setelah peristiwa Reformasi terjadi pada Pemilu 1999. Saat itu mereka meraih 11,31 juta suara atau 10,72 persen dari total suara sah nasional.

Baca juga: PPP Terseok-seok di Pileg 2024 Diduga Akibat Tak Punya Figur Kuat

Akan tetapi, tren perolehan suara PPP dalam beberapa Pemilu setelah 1999 juga mengalami penurunan.

Pada Pemilu 2024, perolehan suara PPP turun menjadi 9,24 juta suara (8,12 persen).

Kemudian pada Pemilu 2009, perolehan suara PPP kembali turun menjadi 5,54 juta suara (5,33 persen).

Lantas pada Pemilu 2014, perolehan suara PPP meningkat dengan meraih 8,12 juta suara atau 6,53 persen.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com