Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPP Terseok-seok di Pileg 2024 Diduga Akibat Tak Punya Figur Kuat

Kompas.com - 16/02/2024, 18:26 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil hitung cepat (quick count) Litbang Kompas pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 memperlihatkan perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dikhawatirkan tidak mampu membuat mereka lolos ke parlemen.

Menurut hitung cepat Litbang Kompas pada Jumat (16/2/2024) pukul 17.34 WIB dengan data masuk sebesar 99,15 persen, partai berlambang Kabah itu berada di angka 3,88 persen.

Jika perolehan suara PPP tak beranjak lagi, maka kemungkinan mereka bisa terlempar dari parlemen karena tidak mampu memenuhi ambang batas (parliamentary threshold) sebesar 4 persen, seperti ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Jika dilihat ke masa lalu, perolehan suara PPP paling tinggi setelah peristiwa Reformasi 1998 terjadi pada Pemilu 1999. Saat itu mereka meraih 11,31 juta suara atau 10,72 persen dari total suara sah nasional.

Baca juga: Belum Pikirkan Terima Ajakan Kerja Sama Prabowo, PPP: Sabar Dulu

Akan tetapi, tren perolehan suara PPP dalam beberapa Pemilu setelah 1999 menurun.

Pada Pemilu 2024, perolehan suara PPP turun menjadi 9,24 juta suara (8,12 persen).

Kemudian pada Pemilu 2009, perolehan suara PPP kembali turun menjadi 5,54 juta suara (5,33 persen).

Lantas pada Pemilu 2014, perolehan suara PPP meningkat dengan meraih 8,12 juta suara atau 6,53 persen.

Baca juga: Pidato di Acara PPP, Sandiaga: Insya Allah, Wamenag Saiful Rahmat Jadi Gubernur DKI Selanjutnya


Akan tetapi, pada Pemilu 2019 perolehan suara PPP kembali turun menjadi 6,3 juta suara atau 4,53 persen.

Jika pada Pemilu 2024 perolehan suara PPP tak bisa menembus 4 persen, maka hal itu menjadi sejarah karena buat pertama kali mereka tak mempunyai kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024, PPP juga memilih merapat ke kubu capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Langkah PPP di Pemilu 2024 seolah mengulang romantika politik pada Pemilu 1997. Saat itu Megawati Soekarnoputri yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia (PDI) berkoalisi dengan PPP membentuk kubu "Mega Bintang". Lambang PPP ketika itu adalah bintang.

Baca juga: Real Count Pileg Kota Bogor Data 27,8 Persen: PKS Unggul, Disusul Gerindra dan PDI Perjuangan

Mega saat itu memutuskan berkoalisi dengan PPP karena tidak diakui pemerintah Orde Baru sebagai Ketua Umum PDI terpilih melalui kongres partai. Pemerintah saat itu memilih mengakui Suryadi sebagai Ketum PDI.

Menurut Direktur Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro, kesulitan PPP dalam memperoleh suara pada Pemilu 2024 disebabkan banyak faktor.

Akan tetapi, Agung menilai salah satu faktor utama adalah ketiadaan tokoh dengan magnet politik kuat, sehingga membuat mereka kurang dilirik oleh masyarakat dalam dinamika perpolitikan saat ini.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com