BOGOR, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo mengatakan, sejauh ini pihaknya belum menerima laporan terkait adanya pencabutan bansos karena pemilu di daerah.
"Mengenai kabar dari lembaga survei tadi menurut saya sungguh jahat bila ada oknum yang sampai mencabut bansos orang yang benar-benar miskin. Sementara kami belum mendapat bukti dari kasus seperti ini," ujar Abraham saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (26/1/2024).
Ia menambahkan, ada beberapa kriteria masyarakat yang berhak mendapatkan bansos. Selain itu, kandidat penerima juga harus diverifikasi terlebih dulu sebelum mendapatkan bantuan tersebut.
Baca juga: Bagi-bagi Bansos di Musim Kampanye, Berbau Politis hingga Diduga Menyandera Rakyat
"Yang diupayakan dari pemerintah adalah memastikan warga miskin yang dapat bansos. Sesuai peraturan yang ada," katanya.
Meski begitu, ia mengaku, KSP sudah mendapat aduan soal bansos pada masa pemilu. Umumnya, warga mengelu belum menapatkan bansos padahal mereka merasa layak untuk menerimanya.
Selain itu, KSP juga menerima aduan soal adanya oknum yang mengaku-ngaku bisa mengubah data DTKS (data penerima bansos).
"Tapi setelah kami cross check ternyata hanya omong kosong saja. Lalu ada oknum yang melakukan maladministrasi dalam proses pengusulan data, ini juga sudah ditindaklanjuti," papar Abraham.
Baca juga: Viral Beras Bulog Berstiker Prabowo-Gibran, Airlangga: Semua Bansos Program Pemerintah
"Bila ada masyarakat benar-benar miskin dan diancam dicabut bansosnya bisa melapor melalui command center di nomor telepon 171 atau melalui lapor.go.id. nanti akan ditindaklanjuti," tegasnya.
Sebaliknya, jika ada warga yang tidak miskin tapi dapat bansos, Abraham menyarankan agar bansos mereka dialihkan untuk warga lain yang lebih membutuhkan.
Dia menambahkan, pemerintah juga menjaga transparansi bansos dengan cara memberikan akses kepada semua pihak untuk bisa memeriksa langsung apakah dirinya memang penerima bansos atau bukan melalui cek.bansos.kemensos.go.id.
"Perihal monitoring dan pengawasan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah terus akan berjalan untuk memastikan program bansos berjalan sesuai dengan peraturan yang ada," tuturnya.
Baca juga: Beras Ditempel Stiker Prabowo-Gibran, TPN Ganjar-Mahfud: Bansos Bukan Milik Satu Paslon
Diberitakan sebelumnya, Lembaga Survei dan Konsultan Indopol, tidak merilis tingkat elektabilitas calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) dan partai politik dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada 8-15 Januari 2024 melibatkan 1.240 responden sebagai pemilih yang tersebar di 38 provinsi.
Keputusan Indopol tak merilis penelitian terhadap elektabilitas capres-cawapres dan partai politik lantaran terdapat penolakan dari warga terhadap penelitinya.
Penolakan ini diduga menyebabkan munculnya anomali undecided voters atau pemilih bimbang yang terbilang tinggi.
Hal ini seperti yang terjadi di beberapa wilayah di tiga provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten.
Di Jawa Timur, penolakan kehadiran peneliti Indopol terjadi di Surabaya, Kota Malang, Kota Blitar, dan Kabupaten Banyuwangi.
Baca juga: Rakyat Disebut Bebas Memilih dan Tak Boleh Tersandera Bansos
Indopol mengungkapkan, di empat wilayah tersebut, pihak kelurahan menolak memberikan stempel di lembar kartu keluarga (KK) warga yang menjadi responden Indopol.
Selain penolakan, pihak RT juga menyatakan tidak menerima kehadiran lembaga survei dengan dalih penelitian berlangsung ketika waktu semakin mendekati hari pencoblosan pada 14 Februari 2024.
"Alasannya karena survei dilaksanakan ketika waktu sudah mendekati pemilu agar wilayahnya tidak terpetakan. Terpetakan apa? Ini kaitannya hampir seluruhnya mengatakan takut ada imbas bantuan sosial," kata Direktur Eksekutif Indopol Ratno Sulistiyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.