Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tegaskan PBNU Punya Sikap soal Pilpres, Sekjen: Tidak Bisa Netral Sepenuhnya

Kompas.com - 19/01/2024, 16:54 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Syaifullah Yusuf alias Gus Ipul, mengaku telah berkomunikasi dengan eks Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Australia, Nadirsyah Hosen, terkait sikap organisasi muslim terbesar di Indonesia itu jelang Pemilu 2024.

Nadirsyah sebelumnya mengungkit dugaan PBNU menginstruksikan pengurus wilayah untuk mendukung pemenangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Perintah spesifik itu dibantah oleh Gus Ipul. Namun Gus Ipul tak menampik bahwa PBNU memberikan arahan bagi para pengurus wilayah soal kriteria calon yang perlu didukung.

"Saya sampaikan kepada Prof Nadir, seperti apa PBNU dalam Pemilu 2019? Netral dalam arti netral ya tidak bisa lah netral sepenuhnya, harus ada sikap. Bahwa sikapnya untuk kepentingan internal, tidak menggunakan lembaga, ya soal lain," ungkap Gus Ipul kepada Kompas.com, Jumat (18/1/2024).

Baca juga: PBNU Benarkan Temui Pengurus Se-Jawa Timur, Beri Arahan soal Pilpres 2024

"Mari kita diskusi bagaimana PBNU sejak zaman Gus Dur sampai sekarang menyikapi (netralitas), netalnya seperti apa. Ayo kita analisis. Di 2019 (netral) kayak apa? Netral macam apa yang sampeyan (anda) inginkan untuk NU itu? Netral macam apa?" bebernya.

Gus Ipul menggarisbawahi, penting untuk NU tidak salah menetapkan kriteria pemimpin untuk dipilih supaya mereka tidak kecewa berulang kali.

Ia kemudian menyinggung sejarah persinggungan NU dengan gelanggang politik yang kerapkali berujung pahit, mulai dari ikut Pemilu 1955, difusi ke dalam PPP pada 1973, kembali ke khittah pada tahun 1984, melahirkan PKB pada 1998, sampai pelengseran Abdurrahman Wahid pada 2001 dan dilibatkannya Ma'ruf Amin sebagai cawapres Joko Widodo pada 2019.

"Memang kita EO (event organizer) apa? Kasih panggung thok, kita jadi penonton. Enggak bisa, kita harus punya arah, yang menjamin keselamatan bangsa. Menjamin keselamatan bangsa seperti apa boleh dong NU bicara," ujarnya.

"Boleh dong kita melindungi warga kita supaya tidak salah pilih, menurut pimpinan NU hari ini, supaya kita enggak kecewa. Membawa maslahat ya mudah-mudahan alhamdulilah. Kita santai-santai aja, mau (pilih calon nomor urut) 1, 2, atau 3, tapi NU (sikapnya) 'ini'. Kalau setuju ikuti, tidak setuju tinggali," tegas Ipul.

Baca juga: PBNU: Khofifah Harus Nonaktif dari Ketua Muslimat NU kalau Sudah Jadi Jurkam Prabowo-Gibran

Ditanya apa maksud sikap 'ini', Ipul menjawab, NU bersikap bahwa pertama, calon tersebut harus memastikan Indonesia bersatu dan tidak mengganggu kerukunan.

"(Bahwa kemudian ditafsirkan) ini berarti tidak nomor 1, ya silakan ditafsirkan sendiri. Oh ini berarti ke nomor 3, ya sudah serahkan saja. Oh ternyata tidak 1, tidak 3, ya silakan saja. Tapi kan kriterianya sudah ditentukan," ungkap Ipul.

Ia menegaskan bahwa sikap politik masing-masing pengurus dibolehkan selama tidak melanggar daftar pedoman berpolitik pengurus NU dan tidak membawa embel-embel institusi.

Ia memberi contoh, sejumlah pengurus NU bakal dicutikan karena bergabung sebagai tim sukses salah satu kandidat pada Pilpres 2024, seperti Yenny Wahid, Nusron Wahid, dan Khofifah Indar Parawansa.

PBNU juga disebut mempersilakan siapa pun pengurus untuk menerima kedatangan calon presiden mana pun di pondok pesantren yang diasuhnya, memberikan doa restu, memberikan konsultasi, hingga memanfaatkan pengaruhnya sebagai kiai untuk mendukung calon tertentu.

Baca juga: Soal Pernyataan Gus Ipul, Ketua PBNU: Itu Pribadi, Silakan Saja

"Bahwa punya pesantren masing-masing, punya pengaruh masing-masing, sudah menentukan sendiri-sendiri, juga boleh tidak boleh dilarang," ucap Ipul.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com