BEREDAR luas di berbagai platform media sosial video pendek menggunakan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang menampilkan mendiang Presiden Soeharto berkampanye politik.
Video itu diketahui pertama kali diunggah oleh Erwin Aksa, calon anggota legislatif dari Partai Golkar di Instagram-nya. Dalam video itu, sosok ‘Soeharto’ turut mengampanyekan Partai Golkar.
Melalui bantuan AI, dalam video dengan teknologi deepfake itu, mimik wajah dan intonasi suara yang ditampilkan sangat mirip dengan sosok Soeharto.
Deepfake adalah video rekayasa atau materi digital yang dibuat oleh AI sehingga menghasilkan gambar dan suara yang terlihat dan terdengar asli.
“Saya Presiden Soeharto, presiden Indonesia yang kedua, mengajak anda untuk memilih wakil rakyat dari Golkar yang bisa melanjutkan mimpi saya tentang kemajuan Indonesia,” ucap sosok virtual di Instagram @erwinaksa.id (Senin, 8 Januari 2024).
Soeharto juga ditampilkan seolah menyampaikan mimpinya soal rakyat yang tidak perlu lagi kelaparan.
“Saya yakin bersama Golkar kita dapat mewujudkan mimpi ini,” kata Soeharto digital di video itu.
Hal ini sebenarnya masuk kategori politik kreatif, satu istilah atau tesaurus yang penulis perkenalkan pertama kali —meminjam mekanisme dan diksi ekonomi kreatif— yang dimuat di kolom ini "Politik Kreatif di Era Disrupsi" (Kompas.com, 6 Juni 2023).
Semua cara kreatif yang dilakukan di ranah politik, untuk memengaruhi, mencapai, mempertahankan dan menjalankan kekuasaan dapat disebut politik kreatif.
Sehingga dibuat dan disebarkannya konten politik untuk kampanye politik melalui "AI-deepfake" termasuk atau merupakan bagian dari politik kreatif.
Hal ini sengaja dilakukan untuk mempersuasi dan mengembalikan ingatan kolektif mereka yang ingin disasar oleh konten atau iklan itu. Terutama yang mendambakan atau menjadi bagian dari Orde Baru.
Video deepfake yang dibuat kader Golkar itu sebagai satu upaya untuk menghidupkan kembali atau membuat asosiasi yang lebih relevan dengan pemilih tradisional yang tentu saja lekat dengan Orde Baru.
Sesuatu yang lumrah, mengingat selama 32 tahun berkuasa, tentu Soeharto punya basis pendukung fanatik, atau setidaknya masyarakat yang memiliki kesan atau berpersepsi baik tentangnya.
Jauh sebelum ini, pernah beredar sejumlah flyer atau iklan, beberapa di antaranya sering ada di belakang truk untuk menarik perhatian, dengan tulisan mencolok “Enak Jamanku to”. Tagline yang juga dipakai Golkar dalam upaya memenangkan Pemilu 2004
Meski demikian, ‘menghidupkan’ Soeharto, melalui video "AI-deepfake", selain ada yang pro, juga turut memantik kontra. Sesuatu yang lumrah, karena Soeharto adalah pemimpin yang mengakhiri kekuasaan dengan cara dimakzulkan.