BANTEN, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih mengejar uang pengganti dalam kasus megakorupsi pengadaan KTP Elektronik (e-KTP) yang menjerat Ketua DPR RI 2014-2017 Setya Novanto (Setnov).
Perwakilan Direktorat Penuntutan KPK Ariawan Agustiartono mengatakan kasus Setya Novanto merupakan kasus dengan political exposes person (PEP) tingkat nasional dan besar.
"(PEP) lokal dan nasional pasti akan diterapkan berbeda, akan melihat nature dari kasusnya. Misal Pak Novanto, itu kan PEP nasional," kata Ariawan dalam diskusi Tantangan Pemberantasan Korupsi di Tahun Politik uang digelar di Anyer, Serang, Banten, Rabu (6/12/2023).
Baca juga: Jokowi Angkat Bicara Soal Dugaan Intervensi Kasus E-KTP 6 Tahun Lalu
Ariawan mengungkapkan, aliran uang korupsi dalam kasus e-KTP melintasi tiga benua dan tujuh negara. Artinya, kasus itu berskala besar.
Dalam menuntut perkara itu, kata Ariawan, KPK mengajukan agar Setnov dijatuhi hukuman dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik maksimal.
"Jatuhnya (vonis) maksimal, uang penggantinya pun maksimal, orang masih dikejar sama Bu Eva (Perwakilan Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi) uang pengganti (kasus e-KTP)," tutur Ariawan.
Baca juga: Istana Bantah UU KPK Direvisi karena Pimpinan Tak Hentikan Kasus E-KTP Setya Novanto
Sementara itu, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan kasus penyidikan e KTP sampai saat ini masih bergulir.
KPK masih mengejar satu daftar pencarian orang (DPO) bernama Paulus Tannos yang saat ini berganti nama menjadi Thian Po Tjhin (TPT) selaku Direktur PT Sandipala Arthaputra, perusahaan yang ikut proyek e KTP.
"Substansi perkaranya masih terus berjalan di KPK dalam proses penyidikan saat ini yang ada satu DPO," kata Ali saya ditemuinudai acara di Anyer.
Karena masih mengejar Paulus Tannos, KPK memiliki peluang melakukan asset recovery atau pemulihan aset dari tersangka lain dalam perkara e-KTP.
Pemulihan aset dikerja karena KPK menjerat para pelaku dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menyangkut kerugian keuangan negara.
"Dalam konteks tentu nanti, tentu terdakwa ya yang akan membayar uang pengganti," kata Ali.
Kasus e-KTP kembali menjadi sorotan usai Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku dimarahi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diminta menghentikan kasus Setnov.
Namun, pengakuan Agus yang disampaikan dalam wawancara dengan Rosi di Kompas TV itu dibantah Jokowi.
Baca juga: Moeldoko Sebut Agus Rahardjo Punya Motif Politik Ungkap Dugaan Intervensi Kasus E-KTP
Adapun Setnov saat ini tengah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Ia divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, ia diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar. Setnov kemudian disebut membayar uang pengganti itu dengan cara mencicil.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.