Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Tangis Goenawan Mohamad dan Ambisi Kekuasaan Jokowi

Kompas.com - 04/11/2023, 08:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Saya dulu memilih Jokowi dan bekerja agar dia menang. Tapi kini saya merasa dibodohi. Jika nanti Prabowo-Gibran/Jokowi menang, kita dan generasi anak kita akan mewarisi kehidupan politik yang terbiasa culas, nepotisme yang menghina kepatutan, lembaga hukum yang melayani kekuasaan." – Goenawan Mohamad,

Tangis dan kekecewaan yang teramat dalam, tumpah ruah dari wajah tua budayawan Goenawan Mohamad di acara Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis, 2 November 2023. Dia pantas kecewa dan “patah hati” karena sosok yang dibelanya mati-matian telah berubah.

Bisa jadi, pendiri Majalah Tempo itu terlalu melankolis. Namun, setidaknya sikap keteguhannya adalah gambaran dari saya, Anda serta jutaan warga Indonesia yang sejak lama merindukan hadirnya pemimpin sejati. Yang antara omongan dan tindakan, berjalan identik dan tidak mencla-mencle.

Goenawan Mohamad pantas dan layak menangis karena perjalanan masa lalunya begitu berkelindan dengan berbagai sejarah kelam negeri ini.

Mulai dari transisi pemerintahan Soekarno ke Soeharto yang menyebabkan terjadinya pembantaian massal dengan dalih pemberontakkan Partai Komunis Indonesia (PKI), jatuhnya rezim Soeharto yang dibarengi berbagai amuk massa yang terskenariokan hingga kerusuhan rasial.

Perjuangan reformasi menuntut hapusnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang ikut diperjuangan Goenawan Mohamad membuat dirinya ikut bertanggungjawab atas pilihannya selama ini.

Membela Jokowi awal masa presidensinya di 2014, bahkan konsisten sejak memimpin Surakarta di 2005 dan berlanjut saat didapuk menjadi Gubernur DKI di 2012, sikap keberpihakan Goenawan Mohamad, saya, Anda dan jutaan rakyat Indonesia adalah bukti keinginan Indonesia terlepas dari bayang-bayang KKN.

Perubahan sikap Jokowi yang begitu drastis, yang semula penuh dengan jiwa kerakyatan kini menjadi muka yang penuh ambisi kekuasaan tidak urung membuat Goenawan merasa telah “mutung”.

Rasionalitas berpikir budayawan pendiri Komunitas Salihara itu begitu mudah dicerna oleh nalar sehat dan sederhana.

Dia ingin Jokowi bisa mengakhiri masa kepemimpinan dua periode presiden berakhir dengan catatan sejarah yang elok. Namun rupanya, harapan itu kini ibarat seperti menggantang asap. Semuanya menjadi sia-sia.

Proses “pembegalan” hukum yang terjadi secara vulgar, dipertontonkan oleh pengadil yang tidak adil di Mahkamah Konstitusi (MK). Baik para pemohon, obyek permohonan, hubungan semenda dari Ketua MK Anwar Usman dengan Jokowi menunjukkan adanya satu tujuan kepentingan yang sama, yakni memberi jalan Gibran Rakabuming Raka – putra sulung Jokowi – maju di Pilpres 2024.

Cara instan yang mengabaikan proses pematangan kepemimpinan dari Gibran tentu saja di mata Goenawan Mohamad, saya, Anda dan jutaan rakyat Indonesia tidak pantas dilakukan oleh seorang Jokowi.

Putusan MK yang memberi lapang jalan untuk Gibran – dan jelas didukung penuh oleh Jokowi – begitu mengingkari makna membuka jalan bagi anak muda untuk berkiprah di pentas politik nasional.

Putusan MK bukan menguak munculnya pemimpin muda selain Gibran. Semuanya adalah untuk Gibran.

Kita sepakat, baik Goenawan Mohamad, saya, Anda dan jutaan rakyat Indonesia tampilnya anak muda di panggung politik nasional adalah keharusan dan harus didukung tanpa syarat.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Nasional
KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com