Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Larangan Capres Pelanggar HAM Sudah Diatur di UU Pemilu

Kompas.com - 23/10/2023, 12:22 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai bahwa larangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) seorang pelanggar HAM sudah diatur di dalam Pasal 169 huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

Hal ini disampaikan hakim konstitusi Daniel Yusmic Foekh terkait gugatan nomor 102/PUU-XXI/2023 yang ditolak pada sidang pembacaan putusan, Senin (23/10/2023).

Menurut Mahkamah, Pasal 169 huruf d melalui frasa "tindak pidana berat lainnya" justru telah memiliki makna yang sangat luas.

"Yaitu semua jenis tindak pidana berat, termasuk tindak pidana yang dimaksudkan oleh para pemohon agar dimasukkan dalam perluasan pemaknaan norma Pasal 169 huruf d UU 7/2017, sebagaimana petitum permohonan para pemohon," jelas Daniel.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Pelanggar HAM Tak Bisa Maju Capres

Ia menjelaskan, mengabulkan gugatan para pemohon justru dapat melemahkan kepastian hukum yang sudah ada dan melekat pada norma yang bersangkutan.

"Terlebih, apabila dicermati lebih jauh dalil-dalil permohonan para pemohon, khususnya berkenaan dengan keinginan untuk memasukkan atau menambahkan jenis tindak pidana berat sebagaimana dalam petitum permohonannya, tanpa memberikan penegasan apakah jenis tindak pidana berat yang dimaksudkan cukup dengan adanya anggapan, asumsi, dugaan, telah ada penyelidikan, penyidikan atau bahkan telah ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap," ungkap dia.

Ketidakjelasan ini justru dianggap akan menambah kerumitan tersendiri pada waktu akan menerapkan norma hukum yang bersangkutan.

MK menegaskan, seandainya pun permohonan ini dikabulkan, maka jenis tindak pidana berat yang diatur pada pasal itu harus telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"Hal ini penting karena apabila keinginan para pemohon dikabulkan maka justru akan berpotensi terjadinya pelanggaran terhadap asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence)," kata Daniel.

Perkara ini diajukan Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro, dengan menyertakan 98 advokat.

Mereka ingin agar MK mengubah Pasal 169 huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) guna melarang pelanggar HAM maju sebagai capres.

Dalam petitum gugatannya, mereka meminta supaya larangan itu berbunyi "tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM berat, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya.".

Baca juga: MK Nyatakan Gugatan Usia Capres Maksimum 70 Tahun Tidak Dapat Diterima

Mereka juga mengutip Pasal 7A UUD 1945 yang mengatur tentang pemberhentian presiden dan wakil presiden apabila "terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden".

Selain itu, mereka juga meminta MK membatasi syarat usia capres-cawapres 40-70 tahun.

Mereka menganggap bahwa untuk mengelola Indonesia menjadi negara maju, dibutuhkan mobilitas yang sangat tinggi karena wilayah Indonesia sangat luas.

Mereka juga menilai pasal yang ada sekarang memberikan ketidakpastian hukum karena hanya mengatur batas bawah usia capres tanpa mengatur batas atasnya.

Mereka menjadikan batas atas usia hakim konstitusi dan hakim agung yang tidak boleh melebihi 70 tahun sebagai perbandingan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com