JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana mendorong anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) dinilai bisa diterima jika dia sudah punya pengalaman mumpuni dan meniti karier politik secara terstruktur.
Menurut pakar politik Ikrar Nusa Bhakti, amat lazim jika seorang pemimpin menginginkan keturunannya bisa menapaki jalan yang sama.
Meski begitu, menurut dia seharusnya calon pemimpin itu menempa diri dari tingkat terbawah dan melalui proses yang panjang.
"Sebenarnya yang kita inginkan enggak jadi soal presiden ingin anaknya juga jadi presiden, asal meniti kariernya benar. Itu yang jadi persoalan," kata Ikrar saat dihubungi pada Kamis (19/10/2023).
Baca juga: Gibran Ngaku Tak Bikin SKCK untuk Maju Pilpres, Golkar: Tunggu Tanggal Mainnya
Ikrar mengatakan, pengalamn Gibran di dunia politik juga masih perlu ditambah. Selain itu, saat ini dia baru menduduki jabatan wali kota, sehingga dinilai wajar jika banyak pihak masih meragukan kemampuannya ketika mendadak muncul wacana buat menjadi peserta dalam pemilihan presiden (Pilpres).
Di sisi lain, Ikrar menilai Gibran hanya dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang akan berkompetisi buat menarik suara dan mempertahankan dukungan politik dari para pendukung Presiden Jokowi.
"Kalau Gibran maju jadi cawapres, walau elektabilitasnya masih di bawah Erick Thohir, Sandiaga Uno, itu kan alasan kenapa Prabowo ngotot mau jadikan dia cawapres karena bapaknya (Jokowi)," ucap Ikrar.
Ikrar menilai dinasti politik yang dikhawatirkan banyak pihak bukan persoalan utama. Sebab menurut dia problem utamanya adalah kapasitas dan kemampuan diri seorang pemimpin ketika berlaga memperebutkan kekuasaan dan menjalankan kebijakan yang mengayomi semua kalangan masyarakat.
Baca juga: Soal Rencana Pertemuan dengan Gibran, Hasto: Hari Ini Kan Sudah Makan Soto
Dia mengatakan, di Amerika Serikat juga terdapat dinasti politik. Ikrar mengambil contoh keluarga Kennedy yang menduduki berbagai jabatan publik yakni presiden, jaksa agung, senator, anggota dewan perwakilan, duta besar, wali kota, sampai anggota dewan perwakilan di negara bagian.
Selain itu, Ikrar juga mencontohkan keluarga Bush, di mana ayah dan anak, George H.W. Bush dan George Walter Bush, sama-sama pernah menjadi presiden Amerika Serikat.
Ikrar juga mencontohkan dinasti politik keluarga Clinton. Bill Clinton menjabat sebagai presiden ke-42 AS pada 1993 sampai 2001. Sedangkan sang istri, Hillary Rodham Clinton sempat menjabat sebagai senator dari New York (2001-2009), Menteri Luar Negeri AS (2009-2013), serta calon presiden dalam Pilpres AS 2016 karena kalah dari Donald Trump.
Menurut Ikrar, para tokoh politik di AS yang mempunyai anggota keluarga yang berkecimpung di dunia yang sama merupakan praktik dinasti politik. Namun, mereka tetap harus menempa karier politiknya dari bawah.
Baca juga: Pengamat Duga Gibran Tetap Pilih jadi Cawapres Prabowo
Ikrar menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi syarat batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sangat politis demi kepentingan pihak tertentu.
"Politisasi MK itu kental sekali. MK sudah menjadi lembaga yang melakukan yudisialisasi terhadap hal-hal yang berbau politik. Dan jangan menyalahkan kalau orang mencurigai putusan ini ada kepentingannya Gibran," papar Ikrar.
"Buat saya, keputusan MK bukan cuma kemunduran demokrasi, tapi itu tragedi bagi demokrasi kita," lanjut Ikrar.