JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 dikhawatirkan tidak bakal berjalan adil dan setara jika anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, menjadi salah satu pesertanya.
Pakar politik Ikrar Nusa Bakti mengatakan, jika hal itu terjadi, peluang penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dengan mengerahkan alat negara buat memenangkan pihak tertentu sulit dihindari.
"Itu bukan mustahil ketika pelaksanaan Pemilu dia akan menggunakan abuse of power," kata Ikrar saat dihubungi pada Kamis (19/10/2023).
Ikrar mengatakan, kecenderungan penguasa melakukan intervensi dalam proses politik seperti Pemilu 2024 sangat terbuka. Apalagi, kata Ikrar, Presiden Jokowi sudah menyampaikan langsung dia memang ikut intervensi, atau cawe-cawe, menjelang Pemilu dan Pilpres.
Baca juga: Gibran Ngaku Tak Bikin SKCK untuk Maju Pilpres, Golkar: Tunggu Tanggal Mainnya
"Kan fakta sudah terbuka. Misalnya Menteri Zulkifli Hasan, dia mengaku diminta melobi oleh Pak Jokowi, tapi dia sebutnya Pak Lurah. Dia mengakui langsung kan. Sandiaga Uno juga kan mengaku melobi parpol atas perintah Pak Jokowi. Dia ikut cawe-cawe bukan untuk masa depan Indonesia, tetapi untuk masa depan anaknya," ujar Ikrar.
Ikrar juga mengkhawatirkan ketika perangkat negara seperti Polri, TNI, Badan Intelijen Negara (BIN), Mahkamah Konstitusi (MK), sampai Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menjadi tidak netral karena digunakan untuk kepentingan menjaga kekuasaan.
"Jangan salah, alat-alat negara itu bisa dipakai buat bikin black campaign, negative campaign. Yang ditakutkan justru itu, bukan dinasti politik. Dinasti politik itu lumrah. Di Amerika Serikat juga ada," ucap Ikrar.
"Jangan sampai rekayasa hukum, rekayasa keamanan, dan rekayasa politik untuk memenangkan pasangan tertentu," sambung Ikrar.
Baca juga: Soal Rencana Pertemuan dengan Gibran, Hasto: Hari Ini Kan Sudah Makan Soto
Ikrar menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi syarat batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sangat politis demi kepentingan pihak tertentu.
"Politisasi MK itu kental sekali. MK sudah menjadi lembaga yang melakukan yudisialisasi terhadap hal-hal yang berbau politik. Dan jangan menyalahkan kalau orang mencurigai putusan ini ada kepentingannya Gibran," papar Ikrar.
"Buat saya, keputusan MK bukan cuma kemunduran demokrasi, tapi itu tragedi bagi demokrasi kita," lanjut Ikrar.
Baca juga: Pengamat Duga Gibran Tetap Pilih jadi Cawapres Prabowo
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman memutuskan menerima sebagian gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023) lalu.
Dalam putusannya, terdapat 4 hakim konstitusi yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Mereka adalah Suhartoyo, Arief Hidayat, Saldi Isra, dan Wahiduddin Adams.
Putusan MK dalam gugatan itu membolehkan seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya, yang dipilih melalui pemilu, bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
Gibran dalam sepekan lalu menjadi sorotan pemberitaan karena didorong dan dianggap layak disandingkan sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres).
Baca juga: Loyalitas Gibran Diuji, Akankah Jadi Cawapres Prabowo?
Bahkan di beberapa daerah muncul baliho sampai reklame yang memampang wajah Gibran bersebelahan dengan foto bakal capres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto.
Padahal saat ini Gibran merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Partai berlambang banteng bermoncong putih itu sudah mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai capres-cawapres.
Sebelum putusan MK, peluang Gibran masuk ke dalam bursa Pilpres 2024 masih tertutup karena usianya belum memenuhi persyaratan. Namun, kini setelah putusan itu maka pintu buat Gibran sangat terbuka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.