Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diusulkan Jadi Ketum, Sekjen PDI-P: Semua Ada Tahapannya

Kompas.com - 03/10/2023, 20:15 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa hari ini bukan merupakan momentum membicarakan pergantian Ketua Umum (Ketum) di partai banteng moncong putih.

Hasto menegaskan bahwa pembicaraan partai saat ini adalah soal persiapan menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, yakni Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres).

Hal itu disampaikan Hasto menanggapi usulan dari kakak Megawati, Guntur Soekarnoputra mengenai nama Joko Widodo (Jokowi) untuk bisa menggantikan Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum PDI-P. Sedangkan Megawati diusulkan menjadi Dewan Pembina.

"Bagi PDI Perjuangan, semua itu ada tahapan-tahapan. Tahapan saat ini adalah pemilu serentak presiden dan wakil presiden serta pemilu legislatif, kemudian setelah pemilu nanti partai akan mengadakan rapat kerja nasional yang kelima dan kemudian kongres baru akan dilaksanakan pada tahun 2025," kata Hasto ditemui di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Selasa (3/10/2023).

Baca juga: Isu Jokowi Jadi Ketum PDI-P, Hasto: Provokator Politik, Itu Mau Memecah Belah

Hasto mengatakan, Kongres bisa saja dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2025. Kongres ini akan menentukan siapa sosok yang menjadi Ketua Umum PDI-P selanjutnya.

Menurutnya, jadwal tersebut jika merujuk atau melihat periodisasinya pada Kongres PDI-P sebelumnya yang berlangsung di rentang waktu tersebut.

"Kongres adalah lembaga pengambil keputusan tertinggi yang nanti akan dihadiri oleh utusan. Utusan ini dalam kultur PDI Perjuangan menyerap demokrasi arus bawah," ujar Hasto.

Terkait siapa sosok yang akan menggantikan Megawati ke depan, Hasto tak bisa memberikan jawaban.

Baca juga: Isu Jokowi Jadi Ketum PDI-P, Gibran: Enggak Ada Tanggapan

Ia hanya menyebut bahwa PDI-P akan menitikberatkan demokrasi arus bawah. Dalam hal ini, kebiasaannya adalah menempatkan Presiden Pertama RI Soekarno atau Bung Karno beserta keluarganya sebagai tokoh utama penggerak partai.

"Khususnya Ibu Megawati Soekarnoputri tidak hanya sebagai pendiri dari PDI Perjuangan, tetapi Ibu Megawati terbukti sudah mampu melakukan suatu langkah langkah konsolidasi kepartaian, mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas dari tingkat kabupaten kota provinsi hingga nasional," kata Hasto.

Sejauh ini, Hasto mengatakan, arus bawah partai masih menginginkan dan melihat Megawati sebagai sosok pemimpin di PDI-P.

Sebab, Megawati dilihat memiliki hubungan batin yang melekat dengan berbagai tingkatan mulai dari anak ranting hingga Dewan Pimpinan Pusat (DPP).

Baca juga: Respons Gibran soal Usulan Jokowi Jadi Ketum PDI-P Gantikan Megawati

"Ini dari bacaan arus bawah yang saya lakukan sebagai Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan yang menempatkan Ibu Mega pada suatu posisi yang di dalam sejarah partai itu memang menjadi pengikat, bonding," ujar Hasto.

Sementara itu, Ketua DPC PDI-P Solo, FX Hadi Rudyatmo, mengaku bangga bila Jokowi menjadi salah satu kandidat Ketum PDI-P.

"Setuju. Pokoknya, kader PDIP yang diusulkan (menjadi ketua umum) oleh siapa pun, berarti punya potensi," kata FX Rudy pada 2 Oktober 2023.

"Pak Jokowi diusulkan untuk menjadi Ketua PDI-P kan? Ya, tidak masalah," ujarnya lagi.

Meski demikian, FX Rudy mengatakan bahwa hal itu tetap bergantung keputusan Kongres PDI-P.

Baca juga: Kakak Megawati Usul Jokowi Jadi Ketum PDI-P, FX Rudy: Setuju, tapi Kongres yang Menentukan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com