Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi II DPR Akan Bahas Isi Perppu Pilkada Bareng KPU dkk

Kompas.com - 21/09/2023, 07:04 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi II DPR RI memahami pandangan pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian soal alasan ingin mempercepat pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 dari bulan November ke September.

Percepatan ini rencananya akan diatur melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pilkada.

Hal ini menjadi poin pertama kesimpulan rapat kerja Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Rabu (20/9/2023) hingga tengah malam.

Rapat juga mengamanatkan agar lembaga-lembaga itu bakal bersama-sama membahas substansi perppu yang akan merevisi sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada itu, meski secara formal penerbitan perppu merupakan ranah pemerintah.

Baca juga: Mendagri Resmi Usulkan Perppu Percepatan Pilkada 2024, Ini Isinya

"Komisi II DPR RI akan membahasnya lebih lanjut bersama Mendagri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI pada rapat kerja dan rapat dengar pendapat yang akan datang," kata Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, membacakan kesimpulan rapat.

"Khususnya, terkait dengan substansi perubahan undang-undang tersebut," ujarnya melanjutkan.

Sementara itu, dalam pemaparannya, Tito mengeklaim bahwa UU Pilkada mengamanatkan keserentakan pelantikan pejabat di daerah, baik legislatif maupun eksekutif, pada tahun yang sama.

UU itu juga dianggap mengamanatkan supaya pelantikan pejabat daerah dilakukan pada tahun yang sama dengan pejabat di tingkat pusat.

Baca juga: Kemendagri Klaim Belum Pernah Bahas Perppu Percepatan Pilkada 2024

Menurut Tito, keserentakan itu akan merapikan tata kelola pemerintahan dari pusat sampai daerah yang selama ini dianggap tidak sinkron karena masa jabatan yang tidak serentak dan bervariasi.

Ia memberi contoh bahwa kota/kabupaten dalam provinsi yang sama bisa jadi mempunyai Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang tidak sinkron karena tidak didesain serentak.

Begitu pula, provinsi di pulau yang sama juga berlainan RPJMD-nya dan tak saling menopang. Belum lagi, membandingkannya dengan RPJM tingkat nasional yang berpotensi juga tidak sama.

Tito beranggapan bahwa situasi ini menghambat pembangunan nasional, karena banyak proyek strategis akhirnya tidak dieksekusi dengan baik lantaran perbedaan di tingkat daerah tadi.

Baca juga: Wacana Pilkada Dipercepat, Peneliti BRIN: Hati-hati Ini Tarikannya Politik

Ia kembali memberi contoh, proyek strategis nasional pembangunan jalan tol bisa jadi tak berjalan mulus karena tak dibarengi penyediaan jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota yang dirancang menunjang keberadaan tol tersebut.

Di samping itu, jika pilkada tidak dipercepat, pemerintah khawatir pada 2025 nanti ada 545 daerah yang akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah yang notabene bukan jabatan definitif.

Sebab, menurut UU Pilkada, tidak ada lagi kepala daerah definitif setelah 31 Desember 2024.

Padahal, Tito mengatakan, penjabat kepala daerah tak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dan kebijakan strategis.

Menurut Tito, hal-hal tadi sudah memenuhi unsur kemendesakan yang menjadi prasyarat terbitnya perppu terkait pilkada.

Baca juga: Kemendagri Minta Pemda Percepat Alokasi Anggaran, Antisipasi Pilkada Maju September 2024

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com