Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Pulau Rempang, ICJR Desak Jokowi Perintahkan Polri Setop Pakai Gas Air Mata

Kompas.com - 11/09/2023, 22:20 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice (ICJR) mendesak Presiden Joko Widodo segera memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan jajarannya untuk membuat aturan penghentian penembakan gas air mata dalam situasi apapun.

Hal ini menindaklanjuti kasus penembakan gas air mata dalam konflik lahan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau yang mengorbankan anak-anak.

"ICJR mendesak Presiden merespon tindakan eksesif aparat gabungan dalam menangani konflik lahan di Pulau Rempang dengan cara memerintahkan Kapolri dan jajarannya untuk membuat aturan penghentian gas air mata dalam situasi apapun," kata Peneliti ICJR Erasmus Napitupulu dalam siaran pers, Senin (11/9/2023).

Erasmus mengatakan, ICJR juga meminta presiden mendesak Kapolri untuk memoratorium penggunaan gas air mata di seluruh wilayah Indonesia. Pasalnya, penggunaan gas air mata untuk pengendalian massa sering dilakukan oleh aparat kepolisian pasca peristiwa Kanjuruhan Oktober 2022 silam.

Baca juga: Waketum MUI Usulkan Tiga Solusi Atasi Bentrok di Pulau Rempang

Dalam setahun belakangan, sebelum kasus Pulau Rempang Kepri, setidaknya sudah ada beberapa kali aparat kepolisian menggunakan gas air mata untuk menghalau keramaian.

Misalnya pada bulan Agustus lalu, gas air mata ditembakkan oleh anggota Polrestabes Bandung ke warga Dago Elos terkait konflik kasus sengketa lahan seluas 6,9 hektare.

Dalam laporan KontraS bertajuk Kewenangan Eksesif, Kekerasan dan Penyelewengan Tetap Masif, ditemukan 13 kasus penggunaan gas air mata sepanjang Juli 2022-Juni 2023.

Padahal pasca peristiwa Kanjuruhan, Polri telah mengevaluasi lembaganya sendiri terkait pelarangan gas air mata melalui Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Pengamanan Kompetisi Olahraga. Pasal 31 beleid itu menegaskan pelarangan melakukan penembakan gas air mata, granat asap, dan senjata api bila terjadi peningkatan eskalasi situasi apapun.

Baca juga: Mahfud Duga Ada Provokator di Kericuhan Rempang, Minta Aparat Berhati-hati

"Moratorium penggunaan gas air mata adalah hal yang baik dan progresif, namun seharusnya tidak hanya ada dalam pengamanan kompetisi olahraga saja, tapi juga dalam pengamanan dan pengendalian massa dalam situasi apapun," tutur dia.

Tak hanya itu, dia meminta Jokowi merespons tindakan eksesif tersebut dengan mengambil langkah pemulihan bagi para korban, termasuk korban anak dengan keterlibatkan kementerian/lembaga lain yang terkait.

Kemudian, meminta Komisi III DPR RI memanggil Kapolri untuk melakukan audit penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian. Sekaligus, wajib menyampaikan informasi atas hasil audit tersebut kepada masyarakat.

"Kami juga meminta Propam Polri memeriksa anggota kepolisian Polresta Balerang dan Polda Kepulauan Riau yang melakukan tindakan kekerasan berlebihan terhadap warga adat Pulau Rempang serta anak-anak yang terpapar gas air mata hingga mengakibatkan ketakutan dan trauma mendalam," ujar dia.

Baca juga: Mencari Solusi Konflik Agraria Rempang

Sebagai informasi, hingga Kamis (7/9/2023), aparat gabungan mencakup TNI, Polri, Satpol PP, dan Pengamanan BP Batam masih merangsek masuk ke perkampungan masyarakat di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Kedatangan aparat gabungan ke Pulau Rempang adalah untuk memasang pasok tata batas lahan Rempang Eco City, proyek strategis nasional untuk membangun kawasan industri, perdagangan, dan wisata di lahan pulau seluas 17.000 hektare yang digarap oleh PT Makmur Elok Graha.

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas atau BP Batam yang ditunjuk untuk mengawal realisasi investasi tersebut berencana merelokasi seluruh penduduk Rempang yang sudah mendiami 16 kampung adat di Pulau Rempang itu sejak 1834.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com