Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Disarankan Tangkap Harun Masiku Agar Pemeriksaan Cak Imin Tak Dicurigai Publik

Kompas.com - 11/09/2023, 21:15 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menangkap buron Harun Masiku agar tidak dianggap tebang pilih.

Pernyataan ini Zaenur sampaikan merespons penilaian miring sejumlah pihak terhadap KPK setelah memeriksa mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) sekaligus Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, sebagai saksi dugaan korupsi.

Harun merupakan mantan kader PDI-P yang menjadi tersangka penyuapan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Namanya masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 2020 lalu.

Baca juga: Anies-Cak Imin Akan Sowan ke DPP PKS Besok

“KPK bisa buktikan kalau enggak tebang pilih, kejar Harun Masiku sampai dapat, kemudian proses Harun Masiku dan pihak-pihak lain di luar Harun Masiku yang diduga terlibat, yang diduga juga ada pihak politisi,” ujar Zaenur saat dihubungi, Senin (11/9/2023).

Menurut Zaenur, wajar jika publik curiga kepada KPK terkait pemeriksaan Cak Imin. Sebab, kasus dugaan korupsi yang diusut, yakni pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) terjadi pada 2012.

Menurut Zaenur, publik mempertanyakan kenapa pengusutan kasus itu momentumnya bertepatan menjelang Pemilu 2024.

“Ini kasus kan sudah berusia lebih dari 10 tahun, kok momentumnya pas sekali dengan momentum menjelang pemilihan umum,” tutur Zaenur.

Baca juga: Bertemu 2 Jam di Markas PKB, Anies-Cak Imin Bahas Rencana Jangka Pendek hingga Panjang Pilpres 2024

Cara lain agar kPK tidak dicurigai adalah dengan bersikap transparan, mengungkapkan kepada publik kapan menerima laporan dari masyarakat, memulai penyelidikan, dan naik ke penyidikan.

Dari runtutan waktu itu publik akan menilai apakah penanganan perkara yang menyeret nama Cak Imin wajar.

“KPK jelaskan kepada publik, tahapan penanganan perkara seperti misalnya yang dicurigai penuh politisasi seperti perkara yang diduga menyasar Cak Imin ini,” kata dia.

Sebelumnya, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali mengatakan, pihaknya memiliki dasar hukum untuk memeriksa Cak Imin pada Kamis (7/9/2023) kemarin.

Baca juga: Cak Imin dan Prabowo Umbar Program Sebelum Kampanye, Pengamat Pesimistis Bawaslu Bertindak

Penyidik menilai keterangan Cak Imin yang pada saat peristiwa dugaan pidana terjadi menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans).

Keterangan Cak Imin diperlukan KPK untuk menyelesaikan penyidikan tiga tersangka korupsi tersebut.

Selain itu, penyidikan sudah dimulai sejak Juli. Rentang waktu itu dinilai cukup jauh dari momentum deklarasi sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan.

Adapun dinamika perjalanan politik Cak Imin menjadi pendamping Anies disebut berlangsung cepat dan terjadi sekitar akhir Agustus.

“Telah dimulai sejak Juli 2023 atas dugaan korupsi sistem proteksi TKI yang artinya sudah sangat jelas itu jauh dari urusan pencapresan,” tutur Ali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Pastikan Kasus Pembunuhan 'Vina Cirebon' Masih Berjalan, Ditangani Polda Jawa Barat

Polri Pastikan Kasus Pembunuhan "Vina Cirebon" Masih Berjalan, Ditangani Polda Jawa Barat

Nasional
KPK Dalami Gugatan Sengketa Lahan di MA

KPK Dalami Gugatan Sengketa Lahan di MA

Nasional
KPK Duga Tahanan Korupsi Setor Uang Pungli ke Rekening Orang Dekat Eks Karutan Achmad Fauzi

KPK Duga Tahanan Korupsi Setor Uang Pungli ke Rekening Orang Dekat Eks Karutan Achmad Fauzi

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Nasional
Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Nasional
Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Nasional
Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Nasional
Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com