JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengkajian MPR, Djarot Saiful Hidayat mengungkapkan bahwa pihaknya tengah mengkaji salah satu usulan untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Adapun hal ini dinilai memiliki konsekuensi yaitu MPR dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara.
"Karena apa, secara de facto, MPR lah yang paling lengkap. Di situ ada DPR, di situ ada DPD. Sebagai lembaga yang mencakup dua institusi, DPD dan DPR RI," kata Djarot ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Ia lantas menyinggung kata 'Majelis' pada MPR yang sejatinya memaknai posisi MPR sebagai lembaga negara.
Baca juga: Ketua MPR: Pembahasan PPHN Seyogianya Dilakukan Setelah Pemilu 2024
Dibandingkan dengan DPR dan DPD yang memiliki akronim kata "Dewan", MPR dianggap lebih tinggi posisinya.
"Dan kata Majelis itu lebih tinggi pokoknya daripada Dewan. Itu dikaji sangat serius. Jadi semuanya menjadi kajian kita," jelas Djarot.
Selain itu, Ketua DPP PDI-P ini menjelaskan bahwa Badan Pengkajian MPR turut mengkaji agar Konstitusi memiliki pintu darurat atau emergency exit.
Djarot tak merinci pintu darurat apa yang dimaksud. Namun ia menganalogikan sebuah pesawat terbang yang memiliki pintu darurat jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Dia juga mencontohkan kewenangan MPR sebelum amendemen keempat pada 1999-2002 yang bisa mengangkat presiden jika sewaktu-waktu presiden sebelumnya mengundurkan diri.
Baca juga: Bertemu DPD, MPR RI Masih Berupaya Dorong Amandemen UUD 1945 untuk Masukan PPHN
"Pengunduran diri Pak Soeharto, MPR langsung bisa mengambil sikap dan mengadakan sidang untuk memutuskan untuk mengangkat Pak Habibie sebagai presiden dan kemudian mempercepat Pemilu 1999, ada emergency exit, karena MPR lembaga tertinggi negara," jelasnya.
"Nah sekarang karena sama-sama lembaga tertinggi negara, itu siapa yang berwenang? Kalau sampai terjadi satu situasi di mana begitu ya, negara ini memerlukan satu keputusan yang cepat," sambung dia.
Meski begitu, Djarot menegaskan bahwa MPR tidak pernah mengharapkan kondisi darurat seperti era 1998 terjadi, ketika Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden RI.
Namun, menurut Djarot, ada hal-hal yang semestinya sudah diantisipasi jika sewaktu-waktu kondisi darurat terjadi.
Baca juga: Fraksi Golkar di MPR Belum Tentukan Sikap soal Dasar Hukum PPHN
"Oleh sebab itu ya kajian bahwa MPR itu sebagai lembaga tertinggi negara ini kita seriusi dan kemudian kapan itu? Apakah nanti setelah pemilu atau akan dikerjakan periode 2024-2029 itu nanti. Yang penting kita kaji kemungkinan itu," pungkas Djarot.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.