JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri menaikkan penanganan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), korupsi, dan penggelapan dana yang diduga dilakukan pemimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang ke tahap penyidikan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan menyampaikan hal tersebut setelah penyidik melakukan gelar perkara atas kasus itu.
"Hasil gelar perkara itu disepakati bersama bahwa telah ditemukan bukti permulaan cukup untuk meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan," kata Whisnu di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/7/2023).
Baca juga: Polri Serahkan Berkas Perkara Kasus Penistaan Agama Panji Gumilang ke Kejaksaan
Adapun dugaan tindak pidana keuangan ini terkait pengelolaan keuangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana zakat di Ponpes Al Zaytun.
Panji diduga melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU juncto Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan juncto Pasal 372 KUHP terkait penggelapan.
"Yang pertama TPPU dengan tindak pidana asal yayasan dan tindak pidana penggelapan. Kedua diputuskan oleh dalam gelar perkara, berkas perkara korupsi dana BOS yang menjadi berkas kedua," ucap dia.
Whisnu menyampaikan, gelar perkara turut dihadiri pengawas eksternal, baik dari Inspektorat Umum (Itwasum), Divisi Hukum Polri, maupun Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Hasil gelar perkara juga mendapat masukan dari para ahli dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kami juga mengundang teman-teman dari PPATK untuk menyampaikan terkait transaksi dugaan TPPU tersebut, kami juga dibantu dan didukung ada tim dari BPK RI," ujar dia.
Baca juga: Bareskrim Panggil 8 Saksi Terkait Kasus Dugaan TPPU Panji Gumilang
Kasus ini bermula dari adanya kabar di media sosial terkait kontroversi ajaran menyimpang yang diduga terjadi di Ponpes Al Zaytun.
Atas perbuatannya ini, Panji dijerat Pasal 14 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan atau Pasal 45a Ayat 2 Juncto Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dan atau Pasal 156a KUHP dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.