JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, serta Kementerian Pertahanan menarik mundur seluruh anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil.
Hal itu disampaikan salah satu anggota koalisi masyarakat sipil dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani merespons kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang tak dilanjutkan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
"Tarik mundur dan memastikan tidak ada anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di lembaga manapun, baik kementerian/lembaga, badan, dan/atau lainnya, selama belum ada perubahan sistem peradilan militer," kata Julius kepada Kompas.com, Senin (7/8/2023).
Baca juga: Membaca Dramaturgi Pimpinan KPK dalam Kasus Basarnas
Julius mengatakan, langkah itu perlu dilakukan karena masalah OTT KPK kepada Kabasarnas dan anak buahnya Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sudah tepat tapi disebut menyalahi aturan oleh pihak TNI.
Adapun Komandan Pusat Polisi Militer TNI Marsekal Agung Handoko menyebutkan, pihaknya yang berwenang menetapkan anggota TNI aktif dalam pelanggaran pidana, bukan penyidik KPK.
"Atas tekanan tersebut, KPK justru meminta maaf dan menyerakan kasus ini kepada Puspom TNI dengan alasan kedua (tersangka) orang tersebut merupakan anggota TNI aktif dan berada di bawah yuridiksi peradilan mliter," imbuh Julius.
Selain mendesak menarik semua anggota TNI dari jabatan sipil, Jokowi juga didesak menerbitkan perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer ke DPR-RI.
"Atau langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer," katanya.
Hal itu penting dilakukan agar kejahatan yang dilakukan anggota TNI bisa diseret dan diproses lewat peradilan pidana umum.
Di sisi lain, DPR-RI juga diminta segera membahas agenda Revisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang menjadi wacana lama setiap periode pemerintahan pasca reformasi.
Terakhir, Koalisi Masyarakat Sipil meminta agar TNI mendukung penegakan supremasi hukum dan sipil.
"Terutama untuk perkara tindak pidana umum agar dapat memastikan penegakan hukum yang transparan, akuntabel dan berkeadilan," pungkasnya.
Danpuspom TNI beserta jajarannya sempat mendatangi Gedung KPK untuk berkoordinasi usai lembaga antirasuah itu mengumumkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka.
Usai pertemuan tersebut, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menyampaikan permintaan maaf kepada Panglima TNI dan menyebut soal kekhilafan jajarannya karena proses hukum perwira TNI aktif adalah kewenangan dari Puspom TNI.
Baca juga: Geledah Kantor Basarnas, KPK-Puspom TNI Amankan Dokumen
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI, harus diserahkan kepada TNI," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (28/7/2023).
Kemudian, Puspom TNI menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan bawahannya, Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka pada 31 Juli 2023.
Afri merupakan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 25 Juli 2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.