Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Janwan Tarigan
Peneliti Malang Corruption Watch

Peneliti MCW dan Pegiat Literasi

Membaca Dramaturgi Pimpinan KPK dalam Kasus Basarnas

Kompas.com - 07/08/2023, 15:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIR-akhir ini, perhatian publik kembali tertuju pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sorotan publik kali ini bukan karena KPK menunjukkan taringnya dalam pemberantasan korupsi, melainkan karena kontroversi yang ditampilkan pimpinan KPK periode 2019−2023.

Kontroversi yang timbul tidak hanya sekali saja, tetapi berulang kali. Mulai dari kontroversi eks komisioner KPK Lili Pintauli yang diduga menerima tiket nonton MotoGP Mandalika, gaya hidup mewah “naik helikopter” Ketua KPK Firli Bahuri, hingga pembocoran dokumen rahasia penyelidikan kasus korupsi Kementerian ESDM.

Belum cukup sampai di situ, ruang publik kembali riuh saat KPK melalukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 28 Juli 2023.

Diduga terjadi tindak pidana korupsi di dalam tubuh Badan SAR Nasional (Basarnas) dengan tersangka Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfianto (HA) dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC).

HA dan ABC diduga menerima suap proyek pengadaan barang dan jasa untuk penanggulangan bencana senilai 88,3 miliar.

Rupanya, kehebohan publik lebih dari sekadar mendengar kabar kasus korupsi di tubuh Basarnas.

Pasca-penetapan tersangka yang diumumkan oleh komisioner KPK Alexander Marwata, KPK melalui komisioner Johanis Tanak justru meminta maaf dengan alasan kesalahan penanganan kasus.

Konferensi pers bertajuk permintaan maaf itu dilakukan KPK setelah didatangi sejumlah pimpinan TNI. Pihak TNI menilai bahwa penanganan kasus korupsi anggota aktif TNI mestinya ditangani oleh Puspom TNI.

Dalam keterangannya, Johanis Tanak mengaku ada kekhilafan dan kelupaan yang dilakukan oleh tim penyelidik KPK dalam penanganan kasus tersebut.

Dengan kata lain, pimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial secara bersama bersepakat menyalahkan “anak buahnya”, yakni tim penyidik.

Padahal, pimpinan KPK seharusnya bertanggung jawab sepenuhnya dalam penanganan kasus korupsi. Tak pelak, tindakan komisioner KPK itu lantas menuai kritik tajam dari publik karena menilai pimpinan KPK “cuci tangan”.

Pertunjukan masih berlanjut, sehari setelah konferensi pers penetapan tersangka dan permintaan maaf, pernyataan tak senada datang dari Ketua KPK Firli Bahuri, pada Sabtu 29 Juli.

Firli mengatakan bahwa seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan KPK dalam kegiatan tangkap tangan, penyelidikan, penyidikan hingga penatapan tersangka telah sesuai prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku.

Pernyataan Firli itu, alih-alih meredakan kisruh, malah justru menjadi pembenaran atas kekacauan yang terjadi di KPK.

Dramaturgi

Tarik ulur dalam penanganan kasus korupsi Basarnas baru-baru ini, mencerminkan pimpinan KPK sedang bermain drama. Hanya saja, drama yang dipentaskan tidak sesuai dengan persiapan di belakang panggung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com