AKHIR-akhir ini, perhatian publik kembali tertuju pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sorotan publik kali ini bukan karena KPK menunjukkan taringnya dalam pemberantasan korupsi, melainkan karena kontroversi yang ditampilkan pimpinan KPK periode 2019−2023.
Kontroversi yang timbul tidak hanya sekali saja, tetapi berulang kali. Mulai dari kontroversi eks komisioner KPK Lili Pintauli yang diduga menerima tiket nonton MotoGP Mandalika, gaya hidup mewah “naik helikopter” Ketua KPK Firli Bahuri, hingga pembocoran dokumen rahasia penyelidikan kasus korupsi Kementerian ESDM.
Belum cukup sampai di situ, ruang publik kembali riuh saat KPK melalukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 28 Juli 2023.
Diduga terjadi tindak pidana korupsi di dalam tubuh Badan SAR Nasional (Basarnas) dengan tersangka Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfianto (HA) dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC).
HA dan ABC diduga menerima suap proyek pengadaan barang dan jasa untuk penanggulangan bencana senilai 88,3 miliar.
Rupanya, kehebohan publik lebih dari sekadar mendengar kabar kasus korupsi di tubuh Basarnas.
Pasca-penetapan tersangka yang diumumkan oleh komisioner KPK Alexander Marwata, KPK melalui komisioner Johanis Tanak justru meminta maaf dengan alasan kesalahan penanganan kasus.
Konferensi pers bertajuk permintaan maaf itu dilakukan KPK setelah didatangi sejumlah pimpinan TNI. Pihak TNI menilai bahwa penanganan kasus korupsi anggota aktif TNI mestinya ditangani oleh Puspom TNI.
Dalam keterangannya, Johanis Tanak mengaku ada kekhilafan dan kelupaan yang dilakukan oleh tim penyelidik KPK dalam penanganan kasus tersebut.
Dengan kata lain, pimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial secara bersama bersepakat menyalahkan “anak buahnya”, yakni tim penyidik.
Padahal, pimpinan KPK seharusnya bertanggung jawab sepenuhnya dalam penanganan kasus korupsi. Tak pelak, tindakan komisioner KPK itu lantas menuai kritik tajam dari publik karena menilai pimpinan KPK “cuci tangan”.
Pertunjukan masih berlanjut, sehari setelah konferensi pers penetapan tersangka dan permintaan maaf, pernyataan tak senada datang dari Ketua KPK Firli Bahuri, pada Sabtu 29 Juli.
Firli mengatakan bahwa seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan KPK dalam kegiatan tangkap tangan, penyelidikan, penyidikan hingga penatapan tersangka telah sesuai prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku.
Pernyataan Firli itu, alih-alih meredakan kisruh, malah justru menjadi pembenaran atas kekacauan yang terjadi di KPK.
Tarik ulur dalam penanganan kasus korupsi Basarnas baru-baru ini, mencerminkan pimpinan KPK sedang bermain drama. Hanya saja, drama yang dipentaskan tidak sesuai dengan persiapan di belakang panggung.