Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buah Simalakama "Presidential Threshold"

Kompas.com - 01/08/2023, 08:13 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia disebut merupakan pionir kebijakan ambang batas pencalonan presiden.

Melalui ketentuan Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ini, maka calon presiden dan wakil presiden hanya bisa diusung oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol dengan raihan minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.

Ketentuan itu dinilai sebagai ironi untuk negara yang mengklaim diri menerapkan demokrasi karena menutup ruang untuk sebanyak-banyaknya opsi calon presiden.

"Istilah ini tidak ada di dunia," ujar ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, pada Jumat (14/7/2023).

"Tapi, berkat negara kita tercinta sudah ada yang sekarang yang meniru. Satu-satunya Indonesia yang memakai, lalu ditiru oleh Turki. Jadi hebatnya negara kita, ada yang meniru," ujarnya lagi.

Baca juga: Partai Buruh Uji Materi Presidential Threshold ke MK Pekan Depan, Jadi Gugatan Ke-31

Di Turki, besaran ambang batas pencalonan presiden hanya lima persen dari suara sah pemilu sebelumnya. Jumlah ini jauh lebih bersahabat daripada Indonesia.

Tingginya ambang batas ini membuat desain pilpres tidak akan lebih dari tiga pasangan calon, termasuk pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang.

Problematik tapi kebal gugatan

Ambang batas pencalonan presiden ini problematik dan kerap disalahartikan sebagai "presidential threshold".

Padahal, presidential threshold merupakan ambang batas untuk menentukan kemenangan calon presiden (capres) yang sudah diatur dalam UUD 1945, yaitu raihan suara 50 persen plus 1, serta menang di separuh provinsi dengan perolehan suara sedikitnya 20 persen.

Di dalam konstitusi, tidak ada aturan presidential threshold jika yang dimaksud adalah ambang batas pencalonan.

Konstitusi justru menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden dicalonkan partai politik peserta pemilu sebelum pemilu, bukan pemilu sebelumnya.

Ini membuat ketentuan itu problematik. Dalam catatan Kompas.com, pasal itu sudah 30 kali digugat ke Mahkamah Konstitusi sejak terbit pada 2017.

Baca juga: Rasionalitas Pengecualian Presidential Threshold bagi Partai Baru

Penggugat datang dari berbagai kalangan, mulai dari perorangan, pegiat pemilu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pakar hukum tata negara, parpol peserta pemilu sebelumnya, parpol yang tak kebagian kursi di DPR hingga parpol peserta Pemilu 2024.

Seluruh gugatan itu mental. MK sudah berulang kali menolak atau menyatakan permohonan uji materi Pasal 222 UU Pemilu tidak dapat diterima karena ragam sebab.

Secara garis besar, MK kerap mempersoalkan kedudukan hukum para pemohon dan berdalih bahwa ambang batas pencalonan presiden merupakan produk kebijakan terbuka (open legal policy) yang idealnya tak diintervensi kekuasaan kehakiman.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Nasional
Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Nasional
Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Nasional
PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

Nasional
Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com