Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Buruh Uji Materi "Presidential Threshold" ke MK Pekan Depan, Jadi Gugatan Ke-31

Kompas.com - 14/07/2023, 13:49 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Buruh akan mendaftarkan permohonan uji materi Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur soal ambang batas pencalonan presiden pada Kamis (20/7/2023) pekan depan.

Ini akan menjadi gugatan ke-31 yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen kursi DPR RI atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.

Partai Buruh menegaskan, beleid ini menyandera partai-partai pendatang baru seperti mereka yang dipaksa berkoalisi dengan partai-partai di parlemen untuk bisa mengusung calon presiden (capres) pada Pemilu 2024.

Padahal, partai-partai di parlemen mendukung UU Cipta Kerja, regulasi yang justru ditolak Partai Buruh dan mengilhami didirikannya kembali partai yang pernah dibesut Mukhtar Pakpahan tersebut.

Baca juga: MK Singgung Pasal Presidential Threshold Sudah Digugat 27 Kali

Dalam permohonan ini, dua eks kader Partai Buruh juga terdaftar sebagai penggugat. Sebelumnya, mereka mundur karena isu Partai Buruh mendukung bakal capres Ganjar Pranowo yang merupakan pendukung UU Cipta Kerja.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam jumpa pers, Jumat (14/7/2023), menyinggung bahwa presidential threshold bukan memperkuat sistem presidensial, melainkan menciptakan demokrasi terpimpin.

Ia membandingkan situasi di Indonesia dengan Timor Leste yang pemilu presidennya diikuti 16 kandidat, padahal jumlah penduduknya jauh lebih sedikit.

Partai Buruh juga menyinggung bagaimana Barack Obama, pada Pilpres AS 2008, memiliki 12 kandidat sebagai kompetitor.

Baca juga: Tolak UU Kesehatan, Partai Buruh Siapkan Aksi Besar-besaran di DPR

Menurutnya, keberadaan presidential threshold merugikan konstituen Partai Buruh yang merupakan kelas pekerja.

Sebab, ambang batas pencalonan presiden itu akan melanggengkan oligarki di tingkat eksekutif dan legislatif dan menghasilkan produk undang-undang yang menguntungkan mereka dan merugikan kelas pekerja.

"Karena kepemimpinannya buruk, dari proses yang buruk, maka produk undang-undangnya pun pasti buruk," ujar Said Iqbal yang juga menjadi penggugat dalam permohonan ini.

Ia mengatakan, pada 20 Juli nanti, pendaftaran uji materi ketentuan presidential threshold akan disertai aksi serikat pekerja.

Baca juga: Partai Buruh Berencana Uji Formil UU Kesehatan ke MK

Sebelumnya, MK sudah berulang kali menolak dan menyatakan permohonan uji materi aturan presidential threshold tidak dapat diterima karena beragam petimbangan.

Namun, secara garis besar, MK kerap mempermasalahkan kedudukan hukum para pemohon.

MK, dalam putusan-putusan terdahulu, juga selalu menegaskan pendiriannya bahwa presidential threshold dapat memperkuat sistem presidensial yang dianut Indonesia.

Dengan tujuan, agar presiden dan wakil presiden terpilih memiliki kesamaan frekuensi dengan suara mayoritas parlemen.

Dalam putusan ke-27, yaitu nomor perkara 4/PUU-XXI/2023, Mahkamah menegaskan bahwa mereka masih tetap pada pendirian itu dan belum berubah pikiran.

Baca juga: Presidential Threshold hingga Batas Usia Minimal Capres Kebiri Demokrasi di Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com