Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU: Urus Pindah Memilih Harus Datang Langsung, Tak Bisa Online untuk Cegah Pemalsuan

Kompas.com - 04/07/2023, 17:18 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menegaskan bahwa pemilih yang hendak pindah memilih untuk Pemilu 2024 tetap harus mengurusnya secara manual, meski KPU telah mengembangkan Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih).

Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI, Betty Epsilon Idroos, menyinggung potensi pemalsuan seandainya mekanisme pindah pemilih dilakukan secara online.

Sebab, pemilih yang mengurus pindah pemilih harus menyertakan dokumen atau bukti otentik dan valid soal alasannya pindah.

"Kalau misalnya saya bikin online, saya enggak bisa memverifikasi surat pemilih itu benar atau tidak, dicap atau tidak," kata Betty kepada Kompas.com, Selasa (4/7/2023).

"Apalagi, sekarang kan artificial intelligence (kecerdasan buatan) orang buat surat bisa gampang sekali," ujarnya lagi.

Baca juga: Ini Cara Pindah Memilih di TPS Saat Pemilu 2024

Pengurusan pindah memilih secara manual ini dilakukan dengan mendatangi petugas KPU terdekat, baik Panitia Pemungutan Suara (PPS) tingkat kelurahan, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), atau kantor KPU kabupaten/kota/provinsi tempat asal maupun tempat tujuan, sebelum hari pemungutan suara.

Mekanisme ini dinilai memungkinkan proses verifikasi berjalan lebih akurat.

Selain itu, proses ini dianggap bisa menekan peluang penyalahgunaan data ketika oknum tak bertanggung jawab mengklaim hak pilih orang lain.

Dengan pindah memilih, maka pemilih tersebut akan dicoret dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) asal dan akan didaftarkan ke dalam daftar pemilih di TPS tujuan.

"Oleh karenanya, harus datang sendiri, urus form A Pindah Memilih-nya, H-7 selambat-lambatnya," kata Betty.

Baca juga: Pemilih yang Ingin Urus Pindah Memilih Maksimum 7 Februari 2024

Sebelumnya diberitakan, KPU mengubah mekanisme pindah memilih pada Pemilu 2024.

Pindah memilih merupakan mekanisme bagi seseorang yang terdaftar di TPS tertentu dalam DPT, namun karena suatu alasan hendak mencoblos di TPS berbeda.

"Dulu kan cuma bawa formulir A5 bisa ke mana saja, sekarang tidak bisa," ujar Betty.

Pemilih juga tak bisa sesuka hati memilih TPS yang diinginkannya.

Melalui Sidalih, KPU yang akan memetakan TPS mana di sekitar tempat tujuan, yang masih mungkin menampung pemilih pindahan.

Baca juga: Ribuan Pemilih Tak Dicoret KPU dari DPT, antara Hak Pilih dan Kemungkinan Surplus Surat Suara

Setelah itu, pemilih yang mengurus pindah memilih akan diberikan bukti dari KPU berupa formulir A Pindah Memilih yang dicetak dari Sidalih.

"Itu untuk menghindari penumpukan pemilih dalam salah satu TPS," kata Betty.

Di samping itu, ini memudahkan KPU untuk mencetak dan mendistribusikan surat suara secara lebih presisi sesuai jumlah DPT per TPS.

"Jadi orang pindah memilih itu dia akan ditempatkan (bukan memilih sendiri TPS-nya). Dia harus ikhlas ditaruh di (TPS) mana saja di kelurahan itu, yang penting tidak mengganggu penggunaan hak pilih," ujar eks Ketua KPU DKI Jakarta itu.

Baca juga: Ribuan Pekerja IKN Harus Urus Pindah Memilih untuk Nyoblos di Nusantara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Nasional
KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com