JAKARTA, KOMPAS.com - Penghapusan pegawai honorer/Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) di lembaga-lembaga penyelenggara pemilu dinilai dapat mengancam kualitas penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024.
Pasalnya, penghapusan itu rencananya akan dilaksanakan pada 28 November 2023 atau 78 hari sebelum pemungutan suara berlangsung.
"Tentu saja kebijakan penghapusan tenaga honorer di tengah tahapan pasti akan berimplikasi terhadap kinerja penyelenggara yang juga mempengaruhi kualitas pemilu yang demokratis," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita pada Rabu (21/6/2023).
Baca juga: Pemerintah Diharapkan Tunda Penghapusan Honorer KPU-Bawaslu hingga Pemilu 2024 Beres
Perempuan yang akrab disapa Mita itu menjelaskan, idealnya para pegawai honorer itu dipertahankan hingga Pemilu dan Pilkada 2024 rampung digelar, lantaran tahapan pemilu sudah berjalan.
Lebih tepat lagi, menurutnya, seharusnya penghapusan itu dilakukan sebelum tahapan dimulai supaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mampu mempersiapkan diri secara kelembagaan dengan membina tenaga baru dalam menghadapi tahapan pemilu.
"Sukses dan lancarnya pemilu tentu saja sejalan dengan optimalnya dukungan SDM dan organisasi penyelenggara pemilu yang telah memahami kondisi pemilu terhadap dinamika dan tantangan yang terjadi untuk tetap menjaga agar pemilu berjalan secara demokratis," ungkap Mita.
"Apalagi situasi dan dinamika pemilu dan pemilihan (pilkada) yang sangat kompleks karena berpotensi terjadinya irisan tahapan dan dilakukan pada tahun yang sama," jelasnya.
Dari sisi KPU, total ada 7.551 pegawai non-ASN hingga saat ini. Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia KPU RI, Parsadaan Harahap, mengatakan bahwa jumlah itu tersebar di lingkungan KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kota/kabupaten.
Situasi ini menjadi menantang sebab dinamika politik akan semakin intens mendekati hari pemungutan suara.
Baca juga: KPU-Bawaslu Kelabakan, Ribuan Tenaga Honorer Dihapus 78 Hari Sebelum Pemilu 2024
Ada tahapan pencetakan dan distribusi logistik pemungutan suara, misalnya, yang harus dikerjakan KPU dengan cepat dan tepat karena pendeknya masa kampanye Pemilu 2024 yang cuma 75 hari.
Di sisi lain, penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu Legislatif (Pileg) di tingkat pusat hingga daerah merupakan salah satu tahapan yang rawan sengketa dari pihak-pihak yang merasa tidak puas.
Itu artinya, KPU harus dapat menjalani tahapan pemilu berbarengan dengan menghadapi kasus-kasus hukum yang mungkin timbul dan juga tak boleh dilewati.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyebut sedikitnya 7.000 pegawai non-ASN berpotensi purna tugas karena kebijakan ini.
Penghapusan ribuan pegawai honorer ini membuat jumlah pegawai Bawaslu diperkirakan menciut hingga tersisa 8-10 orang saja di tingkat daerah.
Padahal, menurut Bagja, masa kampanye yang kelewat singkat memicu para peserta pemilu memilih jalan pintas untuk mendulang suara dengan membeli suara, karena tak punya cukup waktu untuk meyakinkan pemilih.
Baca juga: KPU Cari Cara agar 7.551 Pegawai yang Terkena Penghapusan Honorer Bisa Jadi ASN