JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi yang mengatasnamakan diri Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan akan menggugat aturan KPU yang mengancam jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2024, karena lembaga penyelenggara pemilu itu tak kunjung menepati janji untuk melakukan revisi.
Sebagai informasi, aturan itu termuat pada Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Kami ambil upaya hukum atas sikap bergeming KPU. Pertama, kami sedang mempersiapkan langkah untuk melakukan uji materi atas Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 ke Mahkamah Agung," kata perwakilan koalisi, Titi Anggraini, kepada wartawan pada Rabu (24/5/2023).
"Tak banyak waktu tersisa untuk upaya hukum ini," ujar dia.
Baca juga: Koalisi Sipil Somasi Bawaslu agar Pastikan KPU Revisi Aturan yang Bisa Kurangi Caleg Perempuan
Ia merujuk Pasal 76 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur bahwa pengujian Peraturan KPU diajukan kepada Mahkamah Agung paling lambat 30 hari kerja sejak aturan itu diundangkan.
"Selain itu, juga sedang dipersiapkan rencana pengaduan ke DKPP karena KPU telah melanggar sumpah dan janji sebagai penyelenggara pemilu," tambah Titi.
"Hal ini supaya menjadi pembelajaran bahwa publik serius mengawak integritas dan kredibilitas penyelenggara serta keadilan Pemilu 2024," imbuh anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu.
Baca juga: KPU Disomasi karena Belum Ubah Aturan yang Berpotensi Kurangi Jumlah Caleg Perempuan
Sementara itu, merespons kabar ini, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik menyebut bahwa pihaknya menghormati langkah hukum yang akan ditempuh itu. Ia menegaskan, langkah hukum itu merupakan hak konstitusional setiao warga negara.
Sebelumnya, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan juga sudah melayangkan somasi kepada KPU RI karena tak kunjung menepati janji bakal merevisi aturan yang bisa mengurangi jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2024.
Namun, somasi itu disebut tak berjawab.
Koalisi menilai bahwa KPU justru semakin jauh dari janjinya, setelah Komisi II DPR Ri, melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diikuti oleh Kementerian Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP pada 17 Mei 2023 lalu, justru meminta KPU tak melakukan revisi apa pun.
Koalisi yang turu digawangi sejumlah lembaga kampus negeri seperti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia dan Election Corner Universitas Gadjah Mada ini menyoroti KPU yang dianggap bersikap kontradiktif.
Pada 10 Mei lalu, KPU merespons aspirasi koalisi dan menggelar jumpa pers yang menyatakan mereka bakal segera mengubah ketentuan bermasalah soal teknis penghitungan keterwakilan 30 persen bacaleg perempuan pada Pemilu 2024.
Baca juga: Komisi II DPR Minta KPU Tak Ubah Aturan Keterwakilan Caleg Perempuan Minimal 30 Persen
Kepada awak media, KPU didampingi jajaran Bawaslu dan DKPP juga mengeklaim mendukung pemilu yang inklusif gender dan mendorong pemenuhan keterwakilan perempuan dalam proses ini.
KPU juga menyatakan bahwa proses konsultasi dengan DPR, sebagai tahapan yang harus dilalui ketika membentuk/mengubah aturan, bukan sesuatu yang bersifat dominasi dari parlemen.