JAKARTA, KOMPAS.com - 9 Mei 1998, Soeharto bertolak ke Kairo, Mesir, untuk menghadiri acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-15.
Di tengah situasi politik dan keamanan nasional yang tidak menentu, Soeharto mengikuti pertemuan KTT G-15 dengan memberikan pemaparan terkait kondisi perekonomian di Asia, terutama Indonesia yang dilanda krisis moneter.
Sebelum berangkat ke Kairo, Soeharto memberikan keterangan pers. Ia mengatakan bahwa ketenangan, keamanan, dan ketenteraman diperlukan untuk menjaga kepercayaan investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Soeharto juga berharap situasi di Tanah Air bisa kondusif selama ia melakukan lawatan ke Mesir.
"Saya percaya, rakyat menyadari betapa pentingnya stabilitas nasional, khususnya stabilitas politik. Lebih-lebih di saat kita akan mengadakan perbaikan-perbaikan akibat krisis. Semua ini memerlukan ketenangan, keamanan, dan ketentraman," kata Soeharto saat itu kepada wartawan di Bandara Halim Perdanakusuma, dilansir dari harian Kompas.
Baca juga: Yusril Luruskan Isu Wiranto Kudeta Soeharto Jelang Runtuhnya Orde Baru
Selain menghadiri acara KTT G-15, Soeharto juga memiliki agenda lain, salah satunya bertemu dengan Presiden Mesir saat itu, Hosni Mubarak, di Istana Al Ittihadiyah.
“Keberangkatan Pak Harto ke Kairo memang dianggap sangat penting untuk dilakukan, terutama untuk memulihkan image pada dunia luar bahwa keadaan di dalam negeri itu cukup kondusif untuk pergi keluar negeri,” kata Yusril Ihza Mahendra, staf Sekretariat Negara saat itu, dalam wawancaranya bersama Kompas.com, Senin (15/5/2023).
Rencananya Soeharto baru akan pulang ke Indonesia pada 15 Mei.
Namun, Soeharto mempersingkat sehari kunjungannya. Ia kembali ke Indonesia pada 14 Mei 1998 melalui Bandara Kairo menuju Jakarta.
Sebab, sehari sebelumnya, kerusuhan pecah di Jakarta. Massa menuntut reformasi.
Soeharto tiba di Jakarta, 15 Mei 1998. Melalui Menteri Penerangan saat itu, Alwi Dahlan, Soeharto menanggapi isu yang beredar dan membantah dirinya bersedia mengundurkan diri.
Suasana Jakarta masih mencekam, toko-toko banyak yang tutup dan sebagian besar warga masih takut keluar rumah.
“Ketika Pak Harto pulang dari luar negeri itulah sebenarnya memuncaknya kerusuhan bulan Mei 1998 itu,” kata Yusril.
Soeharto tiba pagi hari, Yusril lantas tidak langsung menemui Soeharto.
“Saya tidak mau ganggu karena beliau masih capek dan istirahat,” kata Yusril.