JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai eskalasi konflik bersenjata di Papua kembali meningkat usai Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencabut perjanjian Jeda Kemanusiaan.
Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, Jeda Kemanusiaan yang ditetapkan di Jenewa pada 11 November 2022 cukup berhasil membuat pihak yang berkonflik menahan diri. Oleh sebab itu, dia mempertanyakan langkah Komnas HAM yang tiba-tiba mencabut MoU Jeda Kemanusiaan tersebut.
"Pertanyaan besar, mengapa Komnas HAM kemarin sudah cukup lumayan ya, cukup turun angka-angka kekerasan yang sekarang meningkat lagi, apakah ini karena Komnas HAM misalnya, menghentikan jeda kemanusiaan nya sehingga tentara dan pihak pihak lain tidak menahan diri (lagi)," ujar Isnur dalam acara webinar, Kamis (20/4/2023).
Baca juga: Trauma Warga Melihat Prajurit TNI yang Semakin Banyak Dikirim ke Papua...
Isnur pun mendesak agar Komnas HAM mengevaluasi kembali kebijakan mereka yang mencabut MoU Jeda Kemanusiaan tersebut.
"Jangan sampai karena pergantian personel yang pergantian komisioner perubahan kebijakan yang drastis dan kemudian mengakibatkan posisi keamanan yang semakin berbahaya," ujar dia.
Dia juga meminta agar Komnas HAM bisa melakukan pemantauan khusus terkait konflik di Papua.
Sebelumnya, Komnas HAM memutuskan tidak melanjutkan perjanjian Jeda Kemanusiaan di Papua karena alasan administrasi.
Menurut Atnike, perjanjian itu tidak seharusnya dilakukan oleh Komnas HAM bersama Dewan Rakyat Papua dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), tetapi antara TNI dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Sehingga Komnas HAM tidak pada posisi untuk melanjutkan kesepakatan yang tertuang dalam MoU Jeda Kemanusiaan," ucap Atnike dalam keterangan tertulis, Kamis (9/2/2023).
Selain itu, MoU Jeda Kemanusiaan di Papua, kata Atnike, dilakukan oleh Anggota Komnas HAM periode sebelumnya yang diketuai oleh Ahmad Taufan Damanik.
Komnas HAM saat itu melakukan penandatangan MoU Jeda Kemanusiaan untuk meredam konflik Papua yang semakin memanas.
Baca juga: TNI Siaga Tempur di Papua Diduga Tanpa Perintah Presiden, Jokowi Diminta Bertindak
Setelah Komisioner Komnas HAM yang menjabat saat ini mempelajari MoU yang dibuat ditemukan kecacatan prosedur.
Selain Komnas HAM tak menjadi bagian yang berkonflik di Papua, keputusan MoU Jeda Kemanusiaan juga disbeut menyalahi prosedur pengambilan keputusan.
"Proses inisiatif MoU Jeda Kemanusiaan yang dilakukan oleh Komnas HAM periode 2017-2022 tidak selaras dengan prosedur dan mekanisme pengambilan keputusan di Komnas HAM," ucap Atnike.
Kini, konflik bersenjata di Papua kembali memanas , salah satu pemicu besarnya setelah empat prajurit TNI gugur dalam operasi penyelamatan Kapten Philip di Distrik Mugi, Nduga, Papua Pegunungan.
Akibat peristiwa itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono meningkatkan status operasi TNI di Nduga, Papua menjadi siaga tempur.
"Kita tetap melakukan operasi penegakan hukum dengan soft approach dari awal saya sudah dampaikan itu, tapi tentunya dengan kondisi seperti ini, di daerah tertentu kita ubah menjadi operasi siaga tempur," kata Panglima di Mimika, Papua Tengah melalui rekaman suara yang dibagikan, Selasa (18/4/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.