JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai positif Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkotika Merri Utami.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan, grasi yang diterima Merri Utami merupakan perkembangan pencegahan hukuman mati di Indonesia.
"Grasi yang diberikan kepada Merri Utami merupakan perkembangan positif terhadap upaya pencegahan penerapan hukuman mati di Indonesia," ujar Atnike kepada Kompas.com lewat pesan singkat, Jumat (14/4/2023).
Dengan adanya grasi Merri Utami, Atnike berharap langkah pemberian grasi atau komutasi hukuman mati bisa semakin dipertimbangkan di masa depan.
"Terlebih, terpidana mati yang telah ditahan cukup lama seperti kasus Merri Utami," katanya.
Baca juga: Komnas Perempuan Apresiasi Langkah Jokowi Berikan Grasi untuk Merri Utami
Di sisi lain, Atnike juga menilai grasi yang diterima Merri Utami sesuai dengan hukuman mati dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.
"Hal ini sejalan dengan perubahan aturan KUHP yang baru, yang menempatkan hukuman mati bukan sebagai hukuman pokok," ujarnya.
Adapun grasi yang diberikan Jokowi pada Merri Utami diterbitkan pada 27 Februari 2023.
Namun, Merri baru mengabarkan kepada kuasa hukumnya dari LBH Masyarakat, Aisyah, pada 24 Maret 2023 melalui sambungan telepon.
Saat mendapat kabar tersebut, Aisyah tidak langsung percaya. Kemudian, tim LBH Masyarakat mencoba melakukan konfirmasi melalui Kementerian Hukum dan HAM.
Pada 6 April 2023, LBH Masyarakat kemudian datang ke Lapas memastikan hukuman dari Merri Utami sudah berubah setelah mendapat grasi dari Jokowi.
Baca juga: Kisah Merri Utami Lolos dari Eksekuti Mati, 22 Tahun Dipenjara karena Dijebak Sindikat Narkoba
Sebagai informasi, Merri Utami merupakan terpidana mati dalam kasus 1,1 kilogram heroin yang diungkap di Bandara Soekarno Hatta 2001 silam.
Ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena kedapatan membawa heroin saat pulang dari Taiwan.
Namun, Komnas Perempuan saat itu menyebut Merri Utami sebagai korban perdagangan orang.
Sebab, Merri hanya dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya Jerry, melalui Muhammad dan Badru.
Baca juga: LBH Masyarakat Apresiasi Jokowi Beri Grasi untuk Terpidana Mati Merri Utami
Saat diserahkan, Merri Utami curiga karena tas tersebut lebih berat dari biasanya.
Namun, pemberi tas menampik dengan menyebut tas yang dibawa berat karena kualitas kulit yang bagus.
Kemudian, Merri Utami membawa tas itu seorang diri ke Jakarta melalui bandara Soekarno-Hatta pada 31 Oktober 2001.
Merri Utami ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin yang terdapat di dinding tas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.