JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkotika Merri Utami.
"Komnas Perempuan menyambut baik dan mengapresiasi langkah grasi Presiden bagi Merri Utami, terpidana hukuman mati yang juga korban perdagangan orang," ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyanti kepada Kompas.com, Jumat (14/4/2023).
Baca juga: Kisah Merri Utami Lolos dari Eksekuti Mati, 22 Tahun Dipenjara karena Dijebak Sindikat Narkoba
Andy mengatakan, langkah grasi tersebut memiliki arti penting dalam pemenuhan hak konstitusional untuk Merri Utami, karena Merri dinilai sebagai korban perdagangan orang.
Selain itu, grasi juga dinilai menjadi terobosan untuk memastikan jaminan hak hidup sebagai hak yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apapun.
"Kedua, hak untuk bebas dari penyiksaan, mengingat waktu tunggunya panjang," tutur Andy.
Grasi juga menjadi terobosan sebagai hak untuk perlindungan hukum dan bebas dari diskriminasi.
"Mengingat posisi perempuan sebagai korban memiliki kerentanan spesifik yang membutuhkan penanganan khusus," ucap Andy.
Adapun grasi yang diberikan Jokowi pada Merri Utami diterbitkan pada 27 Februari 2023.
Namun demikian, Merri baru mengabarkan kepada kuasa hukumnya, Aisyah dari LBH Masyarakat pada 24 Maret 2023 melalui sambungan telepon.
Baca juga: Jokowi Beri Grasi untuk Merri Utami, Terpidana Mati Kasus Narkotika
Saat mendapat kabar tersebut, Aisyah tidak langsung percaya. Kemudian, tim LBH Masyarakat mencoba melakukan konfirmasi melalui Kementerian Hukum dan HAM.
Pada 6 April 2023, LBH Masyarakat datang ke Lapas memastikan hukuman dari Merri Utami sudah berubah setelah mendapat grasi dari Jokowi.
Sebagai informasi, Merri Utami merupakan terpidana mati dalam kasus 1,1 kilogram heroin yang diungkap di Bandara Soekarno Hatta 2001 silam.
Ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena kedapatan membawa heroin saat pulang dari Taiwan.
Namun demikian, Komnas Perempuan saat itu menyebut Merri Utami sebagai korban perdagangan orang.
Sebab, Merri hanya dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya Jerry, melalui Muhammad dan Badru. Saat diserahkan, Merri curiga karena tas tersebut lebih berat dari biasanya.
Baca juga: LBH Masyarakat Apresiasi Jokowi Beri Grasi untuk Terpidana Mati Merri Utami
Tetapi, pemberi tas menampik dengan menyebut tas yang dibawa berat karena kualitas kulit yang bagus.
Kemudian, ia membawa tas itu seorang diri ke Jakarta melalui bandara Soekarno-Hatta pada 31 Oktober 2001.
Merri Utami ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin yang terdapat di dinding tas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.