JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi II DPR RI mempertanyakan aturan mengenai eks terpidana dengan ancaman hukuman 5 tahun lebih yang harus menunggu 5 tahun bebas untuk bisa mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) ke KPU.
Pertanyaan ini mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat dengan lembaga-lembaga penyelenggara pemilu dan pemerintah, Selasa (12/4/2023), dengan agenda membahas rancangan Peraturan KPU soal pencalonan anggota legislatif.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, menilai bahwa kebijakan yang berasal dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu seharusnya tidak dapat diterapkan kepada bakal caleg yang sudah bebas sebelum putusan MK terbit.
"Tentu kita tidak lupa dengan asas retroaktif, yang tidak boleh berlaku surut, dengan asas legalitas. Karena ini menyangkut hak dan jelas ini sudah diatur Pasal 1 ayat 1 KUHP menyangkut asas legalitas, bahwa apapun itu tidak boleh berlaku surut," kata Junimart yang bertindak sebagai pimpinan rapat hari ini.
Ia menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak politik untuk memilih dan dipilih, selama hak politik itu tidak dicabut oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Kalau kita mengacu keputusan MK, itu misalnya putusan tahun 2020. Sementara, bakal calon ini sudah selesai hukumannya pada 2017, misalnya. Apakah ini berlaku? Ini kita mesti waspadai," lanjut politikus PDI-P tersebut.
Baca juga: Putusan Tunda Pemilu Batal, KPU: Peradilan Pemilu Kembali ke Jalur yang Benar
Senada, anggota Komisi II DPR RI dari fraksi PAN Guspardi Gaus meminta agar KPU menyikapi putusan MK dengan memperhatikan kondisi lapangan.
Ia mengaku telah menerima aspirasi dari sejumlah bakal calon anggota DPD RI eks terpidana, yang disebut telah banyak mengucurkan uang dan tenaga untuk menghimpun syarat dukungan minimum berupa KTP warga di daerah pemilihannya masing-masing.
Proses ini telah berlangsung pada 16-29 Desember 2022, lalu MK menerbitkan putusan bahwa eks terpidana dengan ancaman hukuman 5 tahun lebih harus menunggu 5 tahun bebas murni untuk bisa nyaleg.
Seandainya putusan itu berlaku untuk eks terpidana yang sudah bebas murni sebelum putusan tersebut terbit, maka perjuangan menghimpun KTP oleh bakal calon anggota DPD yang berstatus eks terpidana dianggap sia-sia.
Baca juga: Putusan Tunda Pemilu Batal, KPU Tetap Verifikasi Ulang Prima untuk Pemilu 2024
"Mereka ini sudah mengumpulkan KTP dan tidak gampang melakukan pengumpulan KTP dengan biaya besar. Saya sangat melihat, menangkap, bagaimana prosesi yang dilakukan anggota DPD itu, dari Aceh sampai ke Papua," kata Gaus.
Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari bersikeras bahwa kebijakan ini akan diterapkan bagi bakal caleg eks terpidana yang sudah bebas murni sebelum putusan MK terbit.
Hasyim beralasan, dari kacamata hukum tata negara, putusan MK berlaku sejak konstitusi ditulis, karena batu uji normanya menggunakan UUD 1945.
"Maka dengan demikian, hal ini juga berlaku bagi calon anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, maupun DPD," kata Hasyim di dalam rapat.
"Betul bahwa pencalonan anggota DPD sudah dilakukan sejak 16-29 Desember 2022. Sehingga, ada situasi bakal calon tertentu memenuhi syarat untuk dukungan. Namun, syarat pencalonannya jadi tidak memenuhi karena ada putusan MK itu," jelasnya.
Rapat akhirnya menyetujui draf rancangan peraturan KPU dan Komisi II DPR RI meminta KPU memperhatikan aspirasi yang dikemukakan selama rapat berlangsung soal rancangan peraturan itu.
Sebagai informasi, larangan eks terpidana dengan ancaman hukuman 5 tahun lebih menjadi caleg sebelum bebas 5 tahun merupakan amanat dari putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023.
Putusan MK nomor 87 spesifik melarang eks terpidana dengan kriteria di atas menjadi caleg DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, sedangkan putusan MK nomor 12 untuk DPD.
Ketentuan ini dimasukkan KPU dalam rancangan peraturan soal pencalonan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta rancangan perubahan peraturan soal pencalonan anggota DPD.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.