JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) menilai vonis ringan terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer memiliki arti penting untuk keberadaan justice collaborator.
Ketua LPSK Hasto Atmojo mengatakan, secara tidak langsung putusan Hakim terhadap Richard Eliezer akan memberikan sosialisasi kepada publik akan keberadaan saksi pelaku yang bersedia mengungkap kebenaran atau justice collaborator (JC).
"Ini merupakan sosialisasi kepada publik, bukan hanya kepada masyarakat awam tetapi juga kepada masyarakat pemerhati hukum, ahli hukum, serta aparat penegak hukum tentang keberadaan JC dalam sistem peradilan pidana kita," ujar Hasto kepada Kompas.com, Kamis (16/2/2023).
Baca juga: LPSK: Vonis Richard Eliezer adalah Putusan yang Progresif
Hasto mengatakan, ke depan sistem peradilan pidana akan lebih menerima keberadaan justice collaborator setelah putusan Richard Eliezer tersebut.
Begitu juga dengan masyarakat, para ahli hukum, dan para penegak hukum yang bergelut di bidang hukum pidana.
"Ini yang lebih memiliki arti penting, karena kita harapkan dalam proses penegakan hukum yang akan datang, justice collaborator bisa lebih kukuh lagi," katanya.
"Karena ada putusan pengadilan yang diketahui publik, ahli hukum. Jadi ini satu pengakuan secara faktual tentang keberadaan justice collaborator. Itu yang paling penting," ujar Hasto lagi.
Selain itu, kata Hasto, vonis 1,5 tahun penjara terhadap Richard Eliezer akan memberikan status justice collaborator dalam aturan pelaksana Undang-Undang Perlindungan Saksi Korban Nomor 31 Tahun 2014 yang sedang digodok.
Baca juga: Puji Hakim PN Jaksel yang Vonis Ringan Richard Eliezer, Mahfud: Hebat dan Berani
Saat ini, menurutnya, aturan pelaksana lewat peraturan pemerintah (PP) tentang justice collaborator masih dalam tahap diskusi yang alot. Sebab, semua aparat penegak hukum menghendaki kewenangan rekomendasi tersebut.
"Sedangkan Undang-Undang Perlindungan Saksi Korban itu kewenangan hanya diberikan LPSK berdasarkan Undang-Undang. Oleh karena itu, kami akan berkoordinasi dengan Menkopolhukam. Karena Kejagung maupun Polisi itu di bawah koordinasi Menkopolhukam untuk mendiskusikan ini," kata Hasto.
"Dan ini putusan Hakim (terhadap Richard Eliezer) menjadi salah satu acuan operasional," ujarnya lagi.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memvonis Richard Eliezer dengan pidana 1 tahun 6 bulan penjara.
Richard Eliezer dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa.
Baca juga: Minta Anaknya Tak Dipecat dari Polri, Ibu Bharada E: Itu Kecintaan dan Cita-citanya dari Kecil
Putusan tersebut jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu 12 tahun penjara.
Salah satu alasan yang meringankan putusan adalah status Richard Eliezer adalah sebagai justice collaborator berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh LPSK.
Dalam pertimbangannya, hakim menyebut Richard Eliezer terbukti menembak Brigadir J atas perintah eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Namun, hakim juga menilai tidak mudah memutuskan untuk membongkar kejadian sebenarnya di balik pembunuhan Brigadir J.
Richard Eliezer disebut hakim harus melewati situasi sulit. Tetapi, terdakwa tidak menyerah sehingga dianggap sebagai hal yang meringankan.
Baca juga: Sederet Alasan Hakim Jatuhkan Vonis Ringan ke Richard Eliezer meski Tembak Brigadir J
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.