JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, memprotes Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ihwal dana bagi hasil (DBH) produksi minyak di Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Dia bahkan mengaku sudah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk menggugat Presiden Joko Widodo perihal ini.
Hal ini disampaikan Adil saat menghadiri acara Rakornas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Se-Indonesia yang dihadiri oleh sejumlah pejabat, di antaranya Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Luky Alfirman.
"Saya kemarin juga dipanggil oleh, ketemu dengan Pak Tito, minta petunjuk selaku pembina saya, saya mau gugat Pak Jokowi," kata Adil dikutip dari tayangan YouTube Diskominfotik Provinsi Riau.
Baca juga: Laporan Mendag Zulkifli ke Jokowi: Harga Minyak Goreng Sudah Stabil Rp 14.000
Menurut Adil, dana bagi hasil yang didapat oleh wilayah yang dia pimpin terbilang kecil. Padahal, pengeboran minyak di Kepualauan Meranti dilakukan secara besar-besaran di tengah kenaikan harga minyak dunia.
Lifting minyak di Meranti belakangan meningkat drastis, hampir mencapai 8.000 barel per hari dari yang sebelumnya 3.000-4.000 barel per hari.
Belum lagi, asumsi harga minyak dalam anggaran negara naik menjadi 100 dollar AS per barel dari yang sebelumnya 60 dollar AS per barel.
Dengan hitungan tersebut, dana bagi hasil yang diterima daerahnya cuma Rp 115 miliar, hanya naik sekitar Rp 700 juta dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
"Teganya minyak kami, duit kami tidak diberikan," ujar Adil.
Baca juga: Hakim Tolak Eksepsi 5 Terdakwa, Sidang Kasus Minyak Goreng Dilanjutkan
Adil mengatakan, sejak tahun 1973 Kepualauan Meranti memiliki 222 sumur minyak. Tahun 2022 jumlahnya bertambah 13 sumur, dan tahun 2023 bakal bertambah 19 sumur.
Namun demikian, ada 103 sumur yang kini kering karena diekspolitasi oleh pemerintah pusat.
Dengan kekayaan sumber daya alam yang begitu besar, kata Adil, Kepulauan Meranti malah menjadi daerah termiskin di Provinsi Riau.
"Kami ini di Riau 25,68 persen (penduduk) miskin plus ekstrem miskin terbanyak di Riau itu di Meranti," katanya.
Adil mengaku sudah berupaya meminta penjelasan dari Kemenkeu terkait ini, namun tak kunjung mendapatkan solusi. Dia bilang, telah tiga kali menyurati Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meminta pertemuan langsung, tetapi Kemenkeu bersikukuh audiensi dilakukan secara daring.
Jika persoalan ini tak kunjung selesai, kata Adil, dirinua bakal meminta supaya semua kegiatan pengeboran minyak di Kepulauan Meranti dihentikan.