Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Minta Beberapa Delik RKUHP Terkait Peradilan Direvisi, Salah Satunya Larangan Merekam Sidang

Kompas.com - 15/11/2022, 07:36 WIB
Singgih Wiryono,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial menyoroti beberapa pasal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai tidak beriringan dengan prinsip transparansi dan kebebasan menyatakan pendapat.

Salah satu yang menjadi sorotan Komisi Yudisial yaitu larangan untuk merekam persidangan dalam Pasal 278 huruf c RKUHP yang dinilai tidak memiliki substansi terhadap jalannya persidangan.

Anggota Komisi Yudisial sekaligus Ketua Bidang SDM Binzaid Kadafi mengatakan, membuat perekaman di persidangan justru membantu Komisi Yudisial untuk menindaklanjuti aduan terkait pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Baca juga: Yakin RKUHP Bakal Disahkan, Ketua Komisi III DPR: Seluruh Aspirasi Tak Bisa Kita Serap

"Tidak ada unsur ketercelaan dari kegiatan perekaman sidang pengadilan sehingga harus dikriminalisasi. Sebab kepentingan akhir yang harus dilindungi adalah ketertiban dan kelancaran persidangan, serta integritas pembuktian, selain keterbukaan sidang untuk umum. Di mana hal ini menjadi kewenangan hakim ketua sidang untuk menjaganya," ujar Kadafi dalam keterangan tertulis, Selasa (15/11/2022).

Pasal lainnya yang diminta untuk diubah yaitu Pasal 278 huruf a RKUHP tentang ketertiban jalannya persidangan.

Komisi Yudisial mengusulkan agar beberapa terminologi diganti dan meminta redaksional pasal yang memuat peringatan hakim sebelum dijatuhi delik pidana.

Baca juga: Komisi III DPR Bakal Rapat Terakhir Bahas RKUHP dengan Pemerintah Pekan Depan

Pasal berikutnya adalah Pasal 278 huruf b RKUHP agar pasal tersebut dihapus.

Sebab, dasar bagi hakim untuk menyatakan ada atau tidaknya "sikap tidak hormat" dalam rumusan pasal tersebut tidak jelas.

Begitu juga dengan definisi menyerang integritas hakim seperti menuduh hakim bersikap memihak atau tidak jujur yang menjadi ancaman delik serius untuk pihak yang berperkara.

"Atas dasar itu, KY mengusulkan agar Pasal 278 huruf b RKUHP dihapus karena sudah tercakup tujuannya maupun normanya dalam rumusan baru Pasal 278 huruf a," imbuh Kadafi.

Keempat terkait Pasal 279 ayat (1) RKUHP masih terkait larangan membuat kegaduhan di persidangan.

Baca juga: Kala Ketua Komisi III DPR Marahi LSM Saat Dengar Masukan terkait RKUHP...

Komisi Yudisial mengusulkan agar redaksi pasal tersebut diubah menjadi:

“Barang siapa menimbulkan kegaduhan dalam sidang pengadilan di mana hakim sedang menjalankan tugasnya yang sah sehingga timbul gangguan terhadap jalannya sidang pengadilan dimaksud, dan tidak pergi sesudah diperintah 3 (tiga) kali oleh atau atas nama hakim ketua sidang, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”

Terakhir terkait dengan Pasal 279 ayat (2) RKUHP, Komisi Yudisial meminta agar pasal tersebut dihapus.

"Soal kegaduhan di luar sidang sebaiknya dihapus dan diatasi dengan mengetatkan protokol persidangan dan keamanan di lingkungan pengadilan," pungkas Kadafi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com