JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial menyoroti beberapa pasal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai tidak beriringan dengan prinsip transparansi dan kebebasan menyatakan pendapat.
Salah satu yang menjadi sorotan Komisi Yudisial yaitu larangan untuk merekam persidangan dalam Pasal 278 huruf c RKUHP yang dinilai tidak memiliki substansi terhadap jalannya persidangan.
Anggota Komisi Yudisial sekaligus Ketua Bidang SDM Binzaid Kadafi mengatakan, membuat perekaman di persidangan justru membantu Komisi Yudisial untuk menindaklanjuti aduan terkait pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
"Tidak ada unsur ketercelaan dari kegiatan perekaman sidang pengadilan sehingga harus dikriminalisasi. Sebab kepentingan akhir yang harus dilindungi adalah ketertiban dan kelancaran persidangan, serta integritas pembuktian, selain keterbukaan sidang untuk umum. Di mana hal ini menjadi kewenangan hakim ketua sidang untuk menjaganya," ujar Kadafi dalam keterangan tertulis, Selasa (15/11/2022).
Pasal lainnya yang diminta untuk diubah yaitu Pasal 278 huruf a RKUHP tentang ketertiban jalannya persidangan.
Komisi Yudisial mengusulkan agar beberapa terminologi diganti dan meminta redaksional pasal yang memuat peringatan hakim sebelum dijatuhi delik pidana.
Pasal berikutnya adalah Pasal 278 huruf b RKUHP agar pasal tersebut dihapus.
Sebab, dasar bagi hakim untuk menyatakan ada atau tidaknya "sikap tidak hormat" dalam rumusan pasal tersebut tidak jelas.
Begitu juga dengan definisi menyerang integritas hakim seperti menuduh hakim bersikap memihak atau tidak jujur yang menjadi ancaman delik serius untuk pihak yang berperkara.
"Atas dasar itu, KY mengusulkan agar Pasal 278 huruf b RKUHP dihapus karena sudah tercakup tujuannya maupun normanya dalam rumusan baru Pasal 278 huruf a," imbuh Kadafi.
Keempat terkait Pasal 279 ayat (1) RKUHP masih terkait larangan membuat kegaduhan di persidangan.
Komisi Yudisial mengusulkan agar redaksi pasal tersebut diubah menjadi:
“Barang siapa menimbulkan kegaduhan dalam sidang pengadilan di mana hakim sedang menjalankan tugasnya yang sah sehingga timbul gangguan terhadap jalannya sidang pengadilan dimaksud, dan tidak pergi sesudah diperintah 3 (tiga) kali oleh atau atas nama hakim ketua sidang, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”
Terakhir terkait dengan Pasal 279 ayat (2) RKUHP, Komisi Yudisial meminta agar pasal tersebut dihapus.
"Soal kegaduhan di luar sidang sebaiknya dihapus dan diatasi dengan mengetatkan protokol persidangan dan keamanan di lingkungan pengadilan," pungkas Kadafi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/15/07365601/ky-minta-beberapa-delik-rkuhp-terkait-peradilan-direvisi-salah-satunya