JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah komisionernya pernah menemui advokat Kamaruddin Simanjuntak dan menyatakan laporan dugaan korupsi yang diajukan tidak ditindaklanjuti pada era Firli Bahuri.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding mengatakan, pihaknya mengklarifikasi pernyataan Kamaruddin dalam sebuah video yang beredar di media sosial.
“KPK mengklarifikasi bahwa Pimpinan KPK tidak pernah bertemu dan menyampaikan hal tersebut kepada pihak dimaksud. Sehingga dapat diyakinkan bahwa informasi yang disampaikan tersebut tidak benar,” kata Ipi dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (21/10/2022).
Baca juga: Mahfud Sebut Jokowi Pernah Ingin Terbitkan Perppu KPK, tetapi Diancam DPR
Adapun dalam video berdurasi 30 detik yang beredar di media sosial, Kamaruddin mengaku telah melaporkan beberapa kasus ke KPK dengan nilai korupsi triliunan rupiah.
“Saya kasih beberapa perkara ke KPK yang jumlahnya triliun-triliunan bahkan ada Rp 300 triliun. Tahu apa kata ketua KPK sama saya? Anda belum layak dapat hadiah katanya,” ujar Kamaruddin dalam video itu.
Ipi menegaskan, KPK menindaklanjuti laporan masyarakat. Aduan yang masuk akan melalui tahapan telaah awal untuk dianalisis apakah kasus tersebut tersebut merupakan tindak pidana korupsi.
Ketika kasus tersebut merupakan tindak pidana korupsi, KPK akan melakukan kajian. Kajian tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah KPK berwenang mengusutnya.
“Jika aduan tersebut tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi maka KPK akan menghentikan prosesnya dan menyampaikan status dari hasil telaah tersebut kepada pelapor,” tutur Ipi.
Baca juga: KPK Lelang Tanah Eks Menpora Imam Nahrawi di Jakarta, Harga Limit Rp 8,5 M
Selanjutnya, saat hasil kajian menyatakan kasus tersebut merupakan dugaan korupsi namun KPK tidak berwenang mengusutnya, maka KPK akan melakukan koordinasi dan supervisi.
Perkara tersebut nantinya akan dilimpahkan kepada penegak hukum lainnya.
Ipi menjelaskan, ketentuan kasus yang bisa ditangani KPK diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK.
Pasal tersebut menyatakan, kasus yang masuk dalam wewenang KPK harus melibatkan aparat penegak hukum. Kemudian kasus korupsi orang lain yang masih berkaitan dengan penegak hukum dan penyelenggara negara.
“Dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,” ujar Ipi.
Baca juga: KPK Jebloskan Eks Bupati Penajam Paser Utara ke Lapas Balikpapan
Jika kasus yang diadukan tidak memenuhi unsur tersebut maka KPK tidak akan menindaklanjutinya.
Selain itu, kata Ipi, KPK bisa memberikan hadiah atau penghargaan kepada pelaporan dalam bentuk premi. Hal ini sebagaimana ditentukan dalam PP Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Selain pemberian hadiah, KPK juga memperhatikan kerahasiaan identitas pelapor untuk memitigasi risiko keselamatannya,” kata Ipi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.