JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, Presiden Joko Widodo pernah meminta agar Undan-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang baru dibatalkan.
Menurut Mahfud, sedianya pembatalan itu akan dilakukan dengan cara menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
“Ketika Presiden mau membuat Perppu tentang KPK, masih ingat ya. Presiden (mengatakan) sudah lah buat kita Perppu batalkan itu undang-undang (KPK),” kata Mahfud dalam Podcast Rocky Gerung Kritik, Mahfud MD Tergelitik yang tayang di RGTV channel ID sebagaimana dikutip Jumat (21/10/2022).
Baca juga: Mengingat Lagi Saat Jokowi Ingkar Janji soal Perppu KPK...
Kompas.com telah mendapatkan izin dari pihak Redaksi RGTV channel ID untuk mengutip video tersebut.
Namun, kata Mahfud, perintah Jokowi itu urung terwujud karena diancam oleh anggota DPR RI di Komisi III, Arsul Sani dan rekan-rekannya.
Mereka mengancam tidak akan menyetujui Perppu tersebut. Menurut Mahfud, jika hal itu sampai terjadi maka perkara yang ditangani KPK tidak memiliki dasar hukum lagi.
Baca juga: Soal Perppu KPK, Sikap Mahfud MD Dulu dan Kini....
“Orang enggak tahu ya presiden itu pikirannya sudah mau dulu mengeluarkan Perppu tapi begitu Perppu dikeluarkan Arsul Sani dari DPR dan kawan-kawan, kalau Perppu dikeluarkan kami tolak nanti,” kata Mahfud.
Mahfud menggambarkan persoalan tersebut seperti kereta yang sudah berjalan dan tidak bisa mundur.
Karena itu, Jokowi kemudian mengambil pilihan dengan risiko yang paling kecil. Bersamaan dengan itu, ia meminta agar Dewan Pengawas (Dewas) KPK merupakan orang-orang yang bagus.
“Nah ini sudah jalan ditolak kan kacau, kacau negara ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Revisi Undang-Undang KPK diprotes pegiat antikorupsi, akademisi, mahasiswa, hingga masyarakat luas. Ribuan orang di berbagai kota di Indonesia turun ke jalan untuk menyampaikan protes besar-besaran.
Revisi Undang-Undang KPK ditolak karena dinilai bakal melemahkan bahkan melumpuhkan KPK.
Beberapa yang menjadi sorotan antara lain status pegawai KPK yang menjadi ASN dinilai berisiko terhadap independensi lembaga tersebut, pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum, pemangkasan kewenangan melakukan penyelidikan serta penyadapan, dan lainnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.