JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menggelar sidang perdana terhadap Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway.
Irfan merupakan terdakwa tunggal kasus pengadaan helikopter angkut Augusta Westland (AW)-101 di lingkungan TNI Angkatan Udara (AU) tahun 2016-2017.
Adapun dalam sidang ini, Irfan bakal mendengarkan pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: KPK Limpahkan Berkas Perkara Korupsi Pembelian Helikopter AW -101 ke Pengadilan Tipikor
“Sidang pertama,” demikian agenda sidang yang dimuat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022).
Dalam kasus ini, Irfan diduga telah merugikan negara sebesar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738, 9 miliar akibat pengadaan helikopter angkut tersebut.
Atas perbuatannya Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Seperti diketahui, tidak ada penyelenggara negara yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Baca juga: KPK Segera Sidangkan Korupsi Pembelian Helikopter AW-101
Namun, Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, lembaganya dapat menangani siapa pun pihak yang terlibat kasus korupsi berdasarkan aturan Undang-Undang tentang KPK.
Berdasarkan aturan Pasal 11 Undang-Undang nomor 19 tahun 2019, KPK dapat mengusut kasus korupsi dengan subyek hukum penyelenggara negara dan aparat penegak hukum.
Akan tetapi, Pasal tersebut bukan kumulatif.
Menurut Firli, penjelasan Pasal UU KPK itu juga menyebutkan bahwa KPK dapat menjerat siapa pun pihak yang diduga menyebabkan terjadinya kerugian negara.
"KPK dapat melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Ada syaratnya dua, aparat penegak hukum atau penyelenggara negara atau pihak terkait, Oke, di kalimat berikutnya ada 'dan atau titik koma', menimbulkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 1 miliar di Ayat 2 nya," terang Firli dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Baca juga: KPK: Pemeriksaan Eks KSAU Agus Supriatna Terkait Helikopter AW-101 Ikut Prosedur Sipil
"Itu di Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019. Kalau bicara dan atau, tentulah kawan-kawan sudah paham itu bukan kumulatif, boleh alternatif ya," ucapnya.
Sebelumnya, pihak TNI telah menetapkan lima tersangka yang berlatar belakang militer terkait pengadaan helikopter angkut AW-101 ini.
Mereka adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, dan pejabat pemegang kas Letkol administrasi WW.
Kemudian, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.
Baca juga: KPK Periksa Eks KSAU Marsekal Agus Supriatna dalam Kasus Korupsi Helikopter AW-101
Selain itu, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.
Dalam perkembangannya, penyidikan kasus pengadaan helikopter AW-101 untuk tersangka dari TNI dihentikan oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.