JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI diundang secara resmi untuk memantau pelaksanaan pemilu serentak di Brasil pada 2 Oktober 2022 lalu, dalam rangkaian kunjungan mereka pada 27 September-5 Oktober 2022.
Menurut anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty, undangan ini diterima langsung dari Tribunal Superior Eleitoral (TSE) Brasil, badan tertinggi yang menjalankan fungsi penyelenggaraan teknis, pengawas, sekaligus hakim penegak hukum pemilu, pada lembaga penyelenggaraan pemilu di Negeri Samba.
Lolly mengaku, selama kunjungannya itu, mereka berdialog langsung dengan pimpinan TSE, partai politik yang sedang berkompetisi, sampai asosiasi pengacara.
Mereka juga mengaku memantau langsung hari H pemilu serentak di Distrik Brasilia, di mana pemungutan suara berlangsung cukup cepat, begitu pun dengan rekapitulasi perolehan suara.
Baca juga: Kritik KPU-Bawaslu Dinas Mancanegara, KIPP: Tak Berkaitan dengan Tahapan Pemilu, Hamburkan Uang
"Hasil pemantauan di beberapa TPS di distrik Brasilia, pemungutan suara dimulai pukul 08.00 dan ditutup pukul 17.00. Terlihat pemilih mengantre dengan tertib," kata Lolly dalam keterangannya kepada Kompas.com, Senin (10/10/2022).
"Dari pemilih masuk ke TPS hingga selesai dengan memilih lima jenis pemilihan (Presiden, Gubernur, DPR/DPRD dan DPD) ternyata hanya menghabiskan waktu kurang dari satu menit di TPS," tambahnya.
Lolly menyampaikan, Brasil melakukan tes keamanan publik sebelum pemungutan suara.
"Selama satu tahun sebelum pemungutan suara, TSE mempersilakan, bahkan bisa dikatakan menantang, semua orang untuk bisa meretas. Hal ini dilakukan untuk menepis keraguan terhadap keamanan sistem," kata dia.
Mereka disebut melakukan audit kode sumber, prosedur penyegelan sistem dan tanda tangan digital, identifikasi biometrik pemilih, pendaftaran suara digital (DRV), serta menempuh mekanisme sistem audit pra dan pasca pemilu.
"Penggunaan e-voting dianggap telah meningkatkan kepercayaan masyarakat pada hasil pemilu Brasil," ujarnya.
Baca juga: E-Voting Sulit Diterapkan di Pilpres 2024
Lolly menjelaskan, setelah TPS ditutup tepat pukul 17.00, mesin elektronik mencetak data yang ada di mesin, berupa barcode yang dapat diunduh oleh siapa pun.
"Print barcode ini lantas ditandatangani petugas (jika di kita disebut dengan KPPS) yang berjumlah 4 orang. Hal ini dilakukan untuk memastikan sinkronisasi data yang dikirim ke pusat tabulasi melalui sistem jaringan dengan yang dicetak pada setiap TPS," jelasnya.
"Selanjutnya, pen drive (semacam hardisk) dikeluarkan dari mesin dan dikirimkan ke pusat data TSE saat itu juga. Alhasil data tersimpan pada tiga hal yaitu mesin, barcode dan pen drive," imbuh Lolly.
Sekitar 15 menit setelah TPS ditutup, para petugas disebut sudah dapat pulang, mengemasi perlengkapan, dan melipat kardus bilik pemungutan suara.
Dalam pemantauan itu, Lolly mengaku bertanya soal akuntabilitas pemungutan suara secara elektronik ini.