JAKARTA, KOMPAS.com – Pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menegaskan bahwa korban tewas dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022 akibat kekurangan oksigen.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, berdasarkan keterangan dari ahli kedokteran, gas air mata tidak menyebabkan kematian.
“Dari penjelasan para ahli dan dokter spesialis yang menangani para korban, baik korban yang meninggal dunia maupun korban yang luka, dari dokter spesialis penyakita dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata, tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen,” kata dia, Senin (10/10/2022).
Baca juga: Komnas HAM Dalami Peran PSSI dan PT LIB atas Tragedi Stadion Kanjuruhan
Dedi mengatakan, di stadion saat itu banyak orang berdesak-desakan. Hal ini lah yang membuat banyak orang kekurangan oksigen hingga tewas.
Dalam tragedi itu, 131 korban meninggal dunia. Sementara itu, ada ratusan korban lain yang luka-luka.
“Terjadi berdesak-desakan terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen di pada pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak,” ujar Dedi.
Ia pun menyampaikan, berdasarkan penjelasan para ahli kedokteran, dampak dari gas air mata tidak mematikan, tetapi menyebabkan iritasi.
Di dalam gas air mata juga tidak ada toksin atau racun yang mengakibatkan seseorang meninggal dunia.
“Ketika kena gas air mata pada mata khususnya memang terjadi iritasi, sama halnya seprti kita kena air sabun, terjadi perih tapi pada ebebrapa waktu bisa langsung sembuh dan tidak mengakibatkan kerusakan yang fatal,” kata dia.
Baca juga: Temuan Komnas HAM: Massa di Kanjuruhan Terkendali, tapi Memanas karena Tembakan Gas Air Mata
Adapun Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Bidang Penyelidikan Choirul Anam juga sebelumnya mengatakan, tembakan gas air mata merupakan pemicu utama terjadinya tragedi Stadion Kanjuruhan.
Hal tersebut didapat setelah Komnas HAM melakukan penyelidikan dan pemeriksaan langsung ke lokasi dan memeriksa saksi yang selamat dalam peristiwa itu.
"Dinamika di lapangan itu pemicu utama adalah memang gas air mata yang menimbulkan kepanikan," ujar Anam dalam keterangan suara, Senin (10/10/2022).
Gas air mata tersebut kemudian menciptakan kepanikan di kerumunan suporter Arema yang berada di tribun.
Inilah yang menjadi penyebab suporter berebut untuk keluar dari stadion melalui pintu keluar yang sempit.
"Berdesak-desakan dengan mata yang sakit, dada yang sesak, susah napas dan sebagainya," kata Anam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.