KOMPAS.com – Sebagai penegak hukum, seluruh sikap dan perilaku hakim harus berpedoman pada kode etik hakim yang telah ditentukan.
Perihal kode etik hakim diatur dengan jelas di dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Dalam peraturan ini, kode etik disebut bersamaan dengan pedoman perilaku hakim.
Definisi kode etik dan pedoman perilaku hakim menurut peraturan tersebut adalah panduan keutamaan moral bagi setiap hakim, baik di dalam maupun di luar kedinasan.
Ketentuan ini berlaku bagi seluruh hakim pada MA dan pada badan peradilan yang berada di bawahnya, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, termasuk hakim ad-hoc dan pengadilan pajak.
Lalu, apa saja kode etik hakim?
Baca juga: Sosok Aswanto, Hakim MK yang Mendadak Diberhentikan karena Kerap Anulir Produk DPR
Kewajiban dan larangan bagi hakim dijabarkan dari sepuluh prinsip kode etik hakim dan pedoman perilaku hakim yang telah ditentukan.
Prinsip kode etik tersebut, yakni:
Berikut penjelasan masing-masing kode etik hakim tersebut.
Berperilaku adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi haknya, yang didasari prinsip bahwa semua orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.
Oleh karena itu, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap setiap orang.
Seseorang yang bertugas di bidang peradilan dan bertanggung jawab menegakkan hukum yang adil juga harus selalu berlaku adil dan tidak membeda-bedakan.
Salah satu contoh penerapan prinsip ini adalah hakim dilarang memberi kesan bahwa salah satu pihak yang sedang berperkara merupakan orang yang istimewa.
Berperilaku jujur artinya bisa dan berani menyatakan kebenaran. Dengan begitu, akan terwujud sikap pribadi yang tidak berpihak, baik di dalam maupun luar persidangan.
Salah satu penerapan prinsip ini adalah hakim tidak boleh meminta atau menerima janji, hadiah, hibah, warisan, pemberian, penghargaan, dan pinjaman atau fasilitas lain dari avokat, penuntut, orang yang sedang diadili, atau pihak lain yang kemungkinan akan diadili.