Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal-pasal Kontroversial RKUHP yang Ancam Perbuatan Penghinaan terhadap Penguasa

Kompas.com - 22/06/2022, 14:34 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah hampir tiga tahun mandek, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan kembali membahas revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Akhir Mei kemarin, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersama Komisi III DPR RI telah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) mengenai revisi UU ini.

Namun, hingga kini pemerintah dan DPR belum mau membuka draf terbaru RUU tersebut. Padahal, revisi KUHP ditargetkan rampung pada Juli tahun ini.

Pada 2019 lalu, pembahasan RKUHP ditunda lantaran menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Beberapa pasal yang dimuat dalam draf RUU itu dinilai multitafsir dan berpotensi menjadi pasal karet.

Baca juga: Pasal-pasal Karet RKUHP yang Jadi Sorotan

Beberapa pasal yang menuai banyak penolakan misalnya terkait penghinaan terhadap pemerintah atau penguasa.

Pasal-pasal itu mengatur pidana pada perbuatan penghinaan terhadap pemerintah, penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara, penghasutan untuk melawan penguasa umum, hingga penyerangan terhadap kehormatan presiden dan wakil presiden.

Berikut sederet pasal yang memuat pidana terhadap perbuatan menghina penguasa versi draf RKUHP 2019.

1. Penghinaan terhadap pemerintah

Tindak penghinaan terhadap pemerintah diatur dalam Pasal 240 dan 241 draf RKUHP versi 2019.

Pasal itu menyebutkan bahwa perbuatan menghina pemerintah dapat dikenai hukuman penjara maksimal 3 tahun, bahkan 4 tahun jika perbuatan tersebut dilakukan melalui teknilogi informasi.

Baca juga: Polemik RKUHP dan Problem Pembahasan yang Terkesan Tertutup

"Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," demikian Pasal 240 draf RKUHP.

Kemudian, dijelaskan pada Pasal 241 bahwa, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan
sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V".

2. Penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara

Ihwal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara diatur dalam Pasal 353 dan 354 draf RKUHP versi 2019.

Pasal itu mengatur bahwa perbuatan menghina kekuasaan umum dan lembaga negara bisa dipidana penjara hingga 3 tahun.

Baca juga: Mengenal Pasal Penyerangan Kehormatan dan Martabat Presiden yang Jadi Kontroversi RKUHP

"Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi Pasal 353 Ayat (1).

"Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III," lanjutan Pasal 353 Ayat (2).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com